26 Januari 2013

Benar-benar mencintaimu sejak di Rohis (1)


Saya masih ingat ketika pertama kali (akan) masuk Rohis di SMA dulu. Saya melalui beberapa tahap rekrutmen, seperti ketika akan memasuki organisasi pada umumnya.
Yang saya ingat, dulu ada pengisian biodata, lalu baca quran, lalu interview oleh kakak-kakak rohis yang seingat saya ketika itu ada empat orang, dua putra dua putri.
Dulu, bacaan quran saya belum lancar, meski sekarang juga hanya meningkat sedikit. Lalu jawaban-jawaban saya ketika diinterview oleh senior juga benar-benar apa adanya. Dan yang paling saya ingat adalah ketika salah satu kakak menanyakan kenapa saya ingin masuk Rohis.
Dengan lugunya, saya hanya menjawab : saya ingin mempelajari agama Islam lebih dalam.. karena hanya itu niat saya..
Masalah manajemen organisasi, itu nomor sekian, karena saya telah berpengalaman selama satu tahun di OSIS, yang pada tahun kedua saya tinggalkan..
Tetapi, saya tidak pernah menyangka jawaban saya akan menjadi satu jawaban yang sangat terkenang hingga kini..
Karena senior yang menanyakan itu, langsung sedikit mencerca saya dengan beberapa pertanyaan susulan..
“Beneran mau mempelajari agama Islam lebih dalam di Rohis???”
“Iya”
“Kalau mau belajar agama ya ikut pengajian-pengajian aja tuh di luar banyak!!”
“Ya kalau di SMA sini saja bisa, kenapa harus ke luar?”
“Ya sudah, tidak usah masuk Rohis saja, ikut saja pengajiannya, beres kan?”
“...”
“Iya kan?!!?” (dengan nada yang mulai meninggi)
“Mmmm, iya sih..”
“Ya sudah!! Kami membutuhkan orang-orang yang tidak hanya ingin mempelajari agama Islam saja di sini.. anak Rohis harus bisa mengajarkan kebaikan Islam kepada orang lain, kepada teman lain. Kalau niatmu masuk Rohis hanya untuk mempelajari Islam, ya buat apa kami menerima kamu?!? Di luar sana banyak orang yang butuh diajari juga.. kasihan teman-teman pengurus lainnya dong, kalo ada kamu, terus kamu harus diajari tentang Islam oleh pengurus yang lain, padahal di luar sana masih sangat banyak yang membutuhkan sentuhan dakwah Rohis!!??”
“Mmmm..” (dengan telinga dan hati yang mulai panas)
Lalu, tidak hanya beliau saja yang mulai mencecar saya,, rekan yang lain juga..
“Jadi gini dek, niat awalmu aja udah begini, ya gimana temen-temen lain bisa kamu ajari?? Rohis itu, ada untuk mengajarkan, atau membuat orang lain paham tentang Islam. Berarti seharusnya kamu sudah harus paham dulu tentang Islam, baru ngajarin... kalo niatmu begitu, kasihan Rohis Al Ikhlas lah...!!”
“(dengan gemuruh yang tak bisa dibendung, saya menangis seketika, di depan para senior, putra dan putri, what a..)”
“Jadi kenapa kamu pengen masuk Rohis??”
“(saya lebih terisak..)”
Dan seperti tidak punya hati, mereka melanjutkan cercaan itu...
“Anak Rohis harus lebih dari yang lain, baca Quran harus lebih mampu, ilmu agama harus lebih mumpuni bla,bla,bla...” dan perkataan lain yang tinggi-tinggi dan belum ada pada diri saya sepenuhnya..
“Sudah jangan nangis dek..” kata salah seorang senior putri, dengan muka datar.
Sementara senior putri yang lain, sekilas saya lihat sangat iba pada saya, tetapi beliau tidak mampu berbuat apa-apa karena ditahan oleh senior putri yang lain.
Isak saya semakin tidak karuan di sana..
Dan semakin menjadi ketika ada salah seorang senior yang melongok masuk ke dalam ruang interview, meski hanya membuka pintu dan keluar lagi..
Yang saya rasakan, lama sekali di ruang itu..
Setelah isak saya mereda, saya diam tanpa berkata apapun..
Dan interview itu ditutup dengan ucapan basa-basi senior..
“Sudah ya, terimakasih sudah mau kami wawancarai, sudah jangan nangis, karena memang realitanya seperti itu.. Kamu belajar yang lebih ya tentang Agama Islam.. kalau nanti diterima, ya harus selalu menebarkan kebaikan, kalau pun tidak diterima, yaa, lakukan yang terbaik yang bisa kamu lakukan...”
Sudah.
Dan saya keluar dengan mata berair padahal di depan ruangan ada beberapa calon pengurus yang lain...

Lalu beberapa hari berselang, nama saya tercantum sebagai salah satu pengurus Rohis Al Ikhlas SMANSA..
Waw..
Tantangan? Ya! Karena menjadi pengurus Rohis berarti saya harus kalem seperti kakak-kakak senior putri. Berarti saya harus mampu menjadi ‘anak baik’ dan lain-lain...padahal selama ini saya adalah sosok pribadi yang usil dan ‘parah’.

(bersambung) 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar