29 September 2015

Menyalurkan Energi

Orang jatuh cinta, kata Mutia Prawitasari, akan punya banyak sekali energi. Kalau tidak disalurkan pada hal-hal yang bermanfaat, bisa berbahaya.

Yaa memang begitu. Saya kerap merasakannya. Udah ga usah tanya jatuh cintanya sama siapa. Jatuh cinta sama Allah apalagi, ya?

Dan lalu memang benar, penyalurannya harus pada hal-hal positif agar energinya terbarukan, tersalurkan menjadi hasil yang baik. Lebih-lebih jika hasil itu mendatangkan uang, bisa buat makan. Jadi tidak makin kurus. Daaan apalagi, jika yang kita jatuh cintai itu tidak jelas hatinya kemana, I mean, dia belum menjadi apa-apa bagi kita. Jadi akan lebih baik energi kita ditransformasikan melalui puasa, atau disalurkan kepada hal-hal yang lebih positif. Menulis salah satunya. Salah duanya menggambar. Salah tiganya apapun, yang penting bermanfaat bagi sesama. Tidak peduli yang kita cintai melirik kita atau tidak. Tidak peduli yang kita cintai (bahkan) masih mengingat kita atau tidak. Yaa ingat lagi saja, kalau jodoh, beneran gak akan kemana.

Coba dilist lagi tugas-tugas yang belum selesai. Dari yang paling kecil. Cucian misalnya. Motor misalnya. Setrikaan, buku-buku yang belum sempat disampuli, bahkan belum sempat dibaca. Surat-surat yang lupa dihafal. Saudara-saudara yang luput kita kunjungi, bahkan kita tanya kabar. Apa mungkin sedang sehat wal afiat, atau pernah sakit selama kita tidak mengabari?

Itu baru hal-hal 'sepele'. Belum lagi masalah karir. Apakah dengan kita membuang waktu memikirkan seseorang yang belum apa-apa itu, karir kita akan terjamin baik? Apakah tanggungjawab kita terselesaikan dengan sempurna? Sudah sampai mana tugas utama kita selesaikan?

Kata guru saya, kalau dorongan cinta itu begitu kuat, apakah benar cinta? Tidakkah tercampur nafsu? Tenangkan diri dulu. Pikirkan yang terbaik. Apakah benar energi cinta itu murni? Jika porsi campuran nafsunya ternyata lebih besar. Tahan dulu.. Perbanyak saluran energi lain melalui puasa. Dan selesaikan tanggungjawab tugas dengan baik. Agar nanti, ketika Allah datangkan cinta yang benar, cinta itu murni, dan semuanya serba pas. Semuanya serba baik. Karena kita telah menyelesaikan tanggungjawab dengan baik juga.

*Saya menulis ini ketika sudah merasa tenang. Setelah beberapa waktu yang lalu, sedikit bergejolak. Terimakasih pada yang telah menasehati saya. Terimakasih pada Allah yang telah menganugerahkan rasa ini. Yang memberi tenaga. Yang baik. Yang harusnya tersalurkan dengan cara yang baik. Bagi Anda yang sedang merasakan hal yang mungkin sama, mari salurkan rasa kita lewat hal-hal yang baik. Yang lebih bermanfaat. Semoga kita selalu baik, ya :D

23 September 2015

Hello someone

are you reading my posts?
are you reading me by my posts?
hello someone out there that I never know.
hope someday we will meet each other and say hello.
hello for having meet lots of time here, online, in another world.

I read everything and write everything. hope it worth for your wonderful life..

I never know how much eyes (for make it uncountable) that have seen my ideas from both of my blogs. I never know how much my posts bother your life. but what I know is that I love writing more than ever since I can write.

hello someone.. keep up the good work for write. and let's change the world :D

Ikhlas Melepasmu-OST Ukhti Sally

jika selama ini aku memilih dirimu
mungkin itu hanya karena keakuanku
jika ternyata kini engkau bukan takdirku
maka ku yakin Tuhan tahu terbaik untukku
bukan aku tak mau terus pertahankanmu
namun yang kucari ridho dari Tuhanku...

sehebat apapun kupertahankan,
takkan pernah bisa kulawan
sgala ketetapan yang Tuhan tuliskan...

ku sadar ini jawaban
yang Tuhan berikan..
dengan pasrah, engkau kuikhlaskan...

kuiringkan doa..
agar kita bahagia...
menjalani semua
di atas ridhoNya..

sehebat apapun kupertahankan,
takkan pernah bisa kulawan
sgala ketetapan yang Tuhan tuliskan...

ku sadar ini jawaban
yang Tuhan berikan..
dengan pasrah, engkau kuikhlaskan...

dengan pasrah, engkau kuikhlaskan..
dengan pasrah, ikhlas melepasmu

*dengan segala baper yang ada*

10 September 2015

Temanggung Meat Rabbit



Terakhir saya berpanjang cakap dengan Mas Asep adalah ketika saya masih menjadi staffnya di Himpunan Mahasiswa S1 Peternakan UNDIP, bertahun yang lalu, pun cakap kami adalah tentang perdebatan AD ART HM yang kurang jelas, begitu ingatan saya. Dan lalu, kami bertemu kembali, 8 September 2015 saat beliau sudah menyelesaikan Master nya di UNDIP, sudah mengelola peternakan kelinci di Mudal, Temanggung, yang adalah terbesar se-Jawa Tengah, sementara saya masih menyandang gelar mahasiswa.
Saya sengaja menemui beliau karena diajak teman saya, Riri, untuk kepentingan penelitiannya yang menggunakan kelinci sebagai objek.
Pagi itu, sekitar pukul 9 kami sampai di Temanggung, singgah sebentar di alun-alun untuk istirahat setelah perjalanan kami dari Semarang. Usai mengirim beberapa pesan pada Mas Asep, kami diberi arah menuju peternakan, yang ternyata tidak sulit untuk dicari karena terletak di sebuah pemukiman persis di depan jalan masuk menuju Pikatan Waterpark, wahana air yang cukup terkenal seantero Temanggung.
Kami disambut di ruang tamu sederhana di depan peternakan kelinci, yang lokasinya jadi satu juga dengan budidaya ikan air tawar. Menyenangkan sekali mengingat Temanggung memiliki air melimpah dan udara yang sangat sejuk, cocok untuk budidaya ikan maupun pengembangan peternakan.
Obrolan kami pun bermula, membincangkan apa saja, terutama tentang genetika karena objek penelitian Riri adalah tentang hal tersebut, yang saya sendiri tidak begitu paham.
Mas Asep menjelaskan secara singkat bahwa kelinci yang beliau kelola sekarang berjumlah kurang lebih 600 ekor. Hasil utamanya adalah Tamara (Temanggung Meat Rabbit) yang merupakan persilangan kelinci New Zealand dan kelinci lokal.
Saya dan salah satu kelinci New Zealand

Awal mulanya, beliau mengembangkan kelinci dari penelitian untuk gelar master. Semakin lama, ada investor yang menawarkan kerjasama. Lalu Mas Asep memulai dengan mengimpor tujuh ekor kelinci New Zealand dari California, Amerika.
“Satu ekor dulu jatuhnya jadi sepuluh juta, karena impor itu. Dan agak susah perijinannya” kata mas Asep.
“Pas dulu juga pernah mati tiga ekor, karena cukup sulit adaptasi” lanjutnya.
“Itu kena apa aja mas kok bisa mati?” tanya saya polos :D
“Ya Cuma susah adaptasi aja sih. Pakannya kan aku ga gitu ngerti di sana dikasih apa, tapi untungnya dibawain sedikit. Terus cuacanya juga..”
“Eman-eman ya.. Ya tapi sekarang kan sudah berhasil..” timpal saya kemudian.
“Haha iya..”
“Terus mas, Tamara itu gimana sih maksudnya?” kembali saya bertanya.
“Ya hasil kawin silang, F3 nya. Jadi kan awalnya new zealand dikawinkan sama lokal. Trus anakannya kan F1, 50:50. Nah dari F1 ini dikawinkan sama induk yang new zealand, jadi 75:25 gitu”
“Ooh ya ya..”
“Tamara itu strain aja sih, yang aku jual kemana-mana itu. Jadi kelinci potong”
“Jualnya udah kemana aja mas?”
“Ya Jawa Barat, Jakarta, Jawa Timur.. alhamdulillah sih pasarnya udah ada.. Kalo bibit aku ya jual, kemarin ada pesanan ke Salatiga, udah beberapa kali sih. Harganya kalo bibit, induk, 600 ribu per ekor. Kalo potong, 37 ribu per kilo”
“Wehehee..”
“Ya sampe sekarang juga indukannya masih pada inden, saking banyaknya pesanan”
Obrolan kami berlanjut sampai tentang teman-teman mahasiswa peternakan UNDIP yang asli Temanggung, sudah pada dimana, dan lain sebagainya. Sampai akhirnya kami diajak ke kandang kelinci yang ada di belakang ruang tamu dan mess. FYI, di lingkungan itu selain ada kandang kelinci, kolam ikan, gudang pakan, mess, ruang tamu, juga tersedia mushola dan toilet dengan air yang melimpah, jadi jangan khawatir.
Oke lanjut ya.
Saya takjub, gumun, kagum. Ya iyalah saya adik kelas Mas Asep dari jaman SMP, ndilalah SMA juga, sampai pun masuk peternakan UNDIP, kenal beliau sebagai sosok yang diam dan (maaf mas, bullyable oleh teman-temannya), sekarang sudah mengelola peternakan kelinci sampai beratus-ratus begitu. Heheee.. Maafkeun ya suka heboh.
Oke paragraf di atas bisa di skip.
Mas Asep sedang menuliskan pesan rahasia :D

Peternakan kelinci ini terdiri atas dua kandang besar, satu kandang berisi para pejantan, satu kandang berisi induk, anakan, sekaligus kelinci potong siap panen. Beberapa kelinci tampak masih dijadikan satu, karena baru melahirkan, ataupun kelinci yang belum disapih. Untuk yang baru-baru disapih, disiapkan kandang yang berhimpitan dan dilengkapi pintu kecil pemisah dengan induknya.
kandang dan barisannya

Bangunan kandang terbuat dari besi yang cukup kuat, saya tidak jeli berapa jumlah tiap barisnya. Hanya saja yang sempat terekam adalah masing-masing baris dilengkapi dengan tempat pakan, galon, selang dan nipple untuk saluran minum, tempat kotoran, dan lis pralon yang digunakan untuk menampung urine.
satu set kandang kelinci
selang dan nipple
“Mas ini kotorannya diapain?”
“Dijual to, semua aku jual, urinnya juga aku jual”
“Ohiya? Dijual kemana? Diolah dulu juga?”
“Kalo fesesnya dicampur pucuk tebu dulu, kalo urin dijual gitu aja, nanti ada yang ambil”
 
feses yang sudah dicampur pucuk tebu
 “Dijualnya kemana mas? Petani ya?”
“Ke pabrik pupuk, di Sragen (atau Klaten gitu-nurul lupa)”
“Wah seru ya.. Oiya kalo pakannya bikin sendiri juga ya?”
“Iya itu ada mesinnya juga..”
“Bahannya apa mas? Bran gitu, bungkil kedele, sama apa aku lupa formulasinya..”
“Pakai hijauan gitu?”
“Pakenya sumber serat sih, pake kulit kacang. Kalo dulu pake rumput meksiko, pernah pake hijauan lain juga, tapi harus ngeringin, cacah, ga efisien jadinya. Ya udah aku cari alternatif lain yang murah juga..”
pakan dalam bentuk pelet
“Ooo.. terus, formulasinya gimana itu mas?”
“Aku sih ga njelimet pakenya, asal fesesnya bagus ya lanjut, kalo fesesnya terlalu lembek berarti kurang serat, kalo terlalu keras, gede-gede gitu, berarti seratnya harus dikurangi..”
pakan untuk masing-masing fase fisiologis
“O gitu.. itu kan bentuknya pelet ya mas, pengeringnya pake apa?” kepo deh saya ya..
“Itu keluar mesin langsung kering..”
“Oo yaa.. keren, keren” Emang gumunan..
Anak kandang yang ada waktu kami berkunjung hanya dua orang, selebihnya sedang mengurusi panen tembakau, maklum, bulan-bulan ini adalah panen raya bagi para petani di Temanggung. Namun, dua orang tersebut cukup untuk mengelola sekian ratus ekor kelinci, salah satu kelebihan peternakan kelinci ya..

dirigen penampung urine

kumpulan kotoran, uang!
Selain perhatian pada kandang, pakan, pengolahan limbah, yang menjadi catatan penting bagi kami adalah bahwa Mas Asep benar-benar memperhatikan recording perkawinan semua kelincinya.
“Itu catatan apa mas?” tanya saya sambil menunjuk papan tulis besar di dalam kandang yang penuh tulisan kecil-kecil (sayang saya lupa mengambil gambarnya)
“Recording, tiap kelinci punya nama. Biar gampang kalo mau kawinin”
Nah! Ini juga salah satu keunggulan para peternak ‘terdidik’, tidak tanggung-tanggung dalam mengelola peternakan. Benar-benar diperhatikan bahkan perkara nama masing-masing ternaknya.
Di meja dalam kandang juga terdapat beberapa buku catatan produksi, riwayat penyakit dan sebagainya.
Kalau sudah begini saya ingat betul perkataan orang-orang yang meragukan para pengambil jurusan peternakan.
induk dan anak-anaknya
“Buat apa sih sekolah peternakan? Wong Pak Ini Pak Itu yang gak sekolah aja pinter angon wedhus (melihara kambing) dan sukses. Apa kamu ternak tuyul aja biar cepet kaya” Kata salah seorang komentator ketika semester awal saya kuliah di peternakan dulu.
Dengan sekolah peternakan, setidaknya kami tahu bagaimana memuliakan makhluk hidup, terutama hewan. Bagaimana menjadikannya bukan hanya pemenuh kebutuhan, tapi juga teman, tapi juga partner, meski ujung-ujungnya dimatikan. Hehe. Tapi setidaknya kami jadi tahu bagaimana mengatur peternakan dengan baik sehingga lebih menguntungkan baik untuk pribadi maupun lingkungan sekitar.
Sudah ah, jangan malah marah-marah. Hehee.
Lanjut sedikit lagi cerita tentang Mas Asep. Dalam waktu dekat, beliau sedang berusaha memformulasi pakan kelinci yang lebih efisien dan terjangkau. Beliau ingin memproduksi pakan untuk dapat dikomersilkan, tentunya untuk menambah penghasilan dan memperluas jaringan usaha.
Akhirnya setelah sekian waktu merusuhi mas Asep and his Tamara, kami pamit pulang.
“Kami pamit dulu ya Mas.. makasih sudah mau direpotkan..”
“Ya puas-puasin dulu lihat-lihatnya. Oiya prof Edy diajak kesini aja to Ri.. biar lihat kelincinya..”
“Haha iya mas kapan-kapan deh”
“Lha iya wong Prof Edjeng aja pernah nginep di sini kok..”
“Oow oke oke mas.. Siap lah”
NB : Prof Edy dan Prof Edjeng adalah dua dari sekian profesor kami di kampus UNDIP tercinta. 

Ada beberapa pelajaran yang dapat dipetik dari perjalanan saya bersama Riri dalam bertemu mas Asep. Bahwa sebagai insan peternakan, sebisa mungkin memang harusnya kami berkecimpung di bidang peternakan, toh jika kita dapat memanfaatkan peluang dengan baik, rejeki ga kemana. (Semoga ga omdo ya neng cantik). Selain itu, terutama bagi para mahasiswa baru di jurusan peternakan, jangan berkecil hati, we can feed them who doubt of our future! :D. Ah dan satu lagi khususnya, bahwa Temanggung masih amat sangat potensial untuk pengembangan peternakan, iklimnya, sumber dayanya, dan tentu harus, manusianya... 

Nantikan succes story tentang peternakan di Temanggung ya! Bisa jadi kita yang jadi pemeran utama.. Aamiin.