28 September 2018

Aliran Rasa Komprod by Nurul Arifah

Alhamdulillah telah berhasil menyelesaikan tantangan 10 Hari Bunda Sayang. Meski benar-be ar mepet 10 hari menyetor tulisan. Tapi insyaallah selebihnya, di luar 10 hari tersebut, saya sedang berusaha konsisten menerapkan ilmu mengenai Komunikasi Produktif, baik dengan pasangan, anak, orangtua, tetangga, bahkan pelanggan saya di online shop. Dari ilmu yang saya peroleh, penerapan Komunikasi Produktif akan dapat berjalan lancar jika kita juga membereskan komunikasi dengan diri pribadi kita.
Beberapa kali saya mengalami 'miss communication' dengan pasangan saat kami tidak sedang dalam posisi psikologis yang sama. Ada kalanya beliau berposisi sebagai orang tua dan saya sebagai anak, atau sebaliknya. Dan bagi kami, komunikasi terkait hal-hal seperti ini serasa harus diulang, diremedi, hingga ketemu waktu yang tepat untuk berada pada kondisi psikologi yang sama. Dalam banyak hal, komunikasi akan produktif saat posisi psikologis kami sama-sama dewasa, logika masuk, emosi stabil. Namun, adakalanya bagi saya, tidak harus selalu pada psikologi sama-sama dewasa untuk mencapai komunikasi produktif, pada saat tertentu, kami memposisikan diri seperti anak-anak, dimana kami menikmati saling bercanda, saling mengejek, dan kesenangan2 kecil lain, dalam tubuh kami yang sudah dewasa. Dan hal tersebut bisa membuat kami makin kompak sebagai suami-istri, sebagai teman bermain bagi anak kami. Selain berada pada kondisi psikologis yang sama, komunikasi produktif dengan pasangan memang seharusnya memenuhi beberapa kaidah sesuai yang pernah saya peroleh di dalam materi kuliah Bunda Sayang.
Kaidah-kaidah tersebut adalah :
1) Clear and Clarify; 2) Choose the Right Time; 3) Kaidah 7-38-55; 4) Intensity of Eye Contact; 5) I'm responsible for my communication result.
Indah dan menyenangkan memang jika bisa berkomunikasi mengacu pada kaidah-kaidah tersebut. Untuk itu insyaallah saya sedang berusaha terus menerapkannya bersama pasangan.
Begitu pula berkomunikasi dengan anak. Sebelum ikut tantangan Bunda Sayang ini, saya berbincang dengan anak sekemampuan saya. Tapi yang saya rasakan, banyak tidak produktif nya. Seperti misal saat saya ingin dia berhenti melempar mainan, akan lebih efektif jika saya mengalihkan fokus saya dan anak pada 'bagaimana agar dia melakukan sesuatu yang lebih baik dari sekedar melempar mainan'.
Seruan saya dari "Jangan dilempar-lempar mainanya, nanti hilang",
Menjadi "Yuk ditata yuk, sini Ibuk ajarin".
Maka anak akan fokus pada menata mainan, bukan melemparnya. Aktivitas tersebut memakai beberapa kaidah dalam berkomunikasi dengan anak, yaitu 1) Fokus pada solusi, bukan masalah; 2) Kendalikan Intonasi dan Suara Ramah; 3) Ganti perintah dengan pilihan; 4) Keep information short and simple.
Bisa juga ketika sudah teralih perhatian dari 'melempar' ke 'menata', kita gunakan kaidah komunikasi selanjutnya : berikan pujian yang jelas; ganti kata 'tidak bisa' menjadi 'bisa'.
Sama halnya saat berkomunikasi dengan pasangan, bersama anak juga harus pintar-pintar mengendalikan emosi. Tidak cepat sewot ketika anak belum mengerti apa yang kita sampaikan, sabar dalam mengajari anak berkomunikasi, apalagi seperti saya yang menghadapi anak usia 20 bulan yang belum pandai mengungkapkan keinginannya.
Alhamdulillah dengan belajar Komunikasi Produktif ini, saya makin mampu menata diri dalam menyampaikan sesuatu, setidaknya pada pasangan dan anak dulu. Baru nanti, semoga bisa memperbesar kemampuan saya kepada masyarakat yang lebih luas dan bermacam latar belakang.

22 September 2018

Choose The Very Right Time

Hari ini mau mengirimkan laporan tulisan Komunikasi Produktif yang edisi bahagia ah. Gara-gara kemarin mengirim yang edisi curhat akibat pikiran semrawut.

Jadi, setelah menulis dan mengirim T10, siang setelah shalat Jumat, suami menelepon saya dan kami berhasil ngobrol dengan baik. Saya rasa kemarin telah menggunakan kaidah 'Choose the right time', serta kaidah '7-38-55' sehingga hati saya tenang, jadi merasa ringan menjalani setengah hari berikutnya. Selain fokus pikiran, seperti yang saya tuliskan kemarin, tenangnya hati juga sangat mempengaruhi produktivitas komunikasi, yang lalu berdampak pada produktifnya kegiatan.
"Lagi apa yang?"
"Lagi buka2 web, Mas.."
"Buka web apa? Cari jurnal?" beliau tahunya saya nyicil tesis lagi, tapi lalu saya beranikan diri untuk mengatakan,
"Mmm, ngga, buka web CPNS.. Hehe..,"
"Oh ya..? Trus gimana?"
"Temanggung ada lowongan lho Mas, buat S1 Peternakan, dan PERIKANAN!"
"Waah, ya daftar, daftaar," dengan intonasi yang menyenangkan
"Serius?"
"Iya, bismillah ya, coba aja.."
"Iya baru resmi buka tgl 26 minggu depan.."
"Oh yawes disiapin aja syarat2 nya mulai sekarang.. Tetep usaha, siapa tahu keterima, kalo misal ngga keterima ya udah, ga usah ngoyo.."
"Iya Mas.. Yo alhamdulillah kalo dirimu membolehkan. Ada lho buat S1 Perikanan jugaa.."
"Waah, aku banget dong ya.. Hahaha.."
"Ya gimana, mau sekalian? Wkwk.." masih dengan suara yang membahagiakan
"Ngga lah, kamu aja ya.."
Dan lanjut obrolan lain.. Ngobrol di telepon juga harus memakai kaidah 7-38-55 seapik mungkin, meski tidak bisa sesempurna ketika berhadapan langsung, tapi cukup melegakan.. Kaidah 7%, bicara saja dengan kata-kata yang baik, lalu ditambah 38%, intonasi harus ditekankan, terlebih ketika bicara di telepon, harus diterapkan sebaik mungkin. Yang agak sulit adalah kaidah 55%, bahasa tubuh, mungkin bisa diterapkan dengan video call jika sedang jarak jauh.

Obrolan kami singkat, tapi bagi saya, perbincangan tadi adalah di waktu yang sangat tepat. Dulu, awal menikah, suami saya kekeuh kalo saya tidak boleh kerja yang terikat. Tapi waktu terus berjalan dan pemikiran beliau melunak. Banyak sih pola komunikasi yang harus diterapkan terutama terkait keputusan2 besar bagi rumah tangga kami, karena suami adalah penentu kebijakan sementara saya dan anak harus ikut apa kata suami, kecuali pada hal-hal yang buruk.

#hari10
#gamelevel1
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbundasayang
#institutibuprofesional

21 September 2018

Fokus Pikiran, Produktif dalam Berkomunikasi

Masih tentang pendaftaran CPNS. Tapi kali ini berkaitan dengan komunikasi saya dengan anak. Suami saya masih di luar kota dan kami belum bisa telponan. Pagi sampai menjelang siang ini. Menunggu anak tidur, saya berniat ingin ngobrol we time sama suami.
Tapi apaa yang terjadi saudaraku..? Pikiran saya sudah melayang,
'habis anak tidur, mau coba buka portal sscn, ada apa saja yang bisa saya cek'
Atau,
'bisalah nyicil baca2 materi tes CPNS, kemarin dikirimi kakak di WA, belum saya baca detail.'
Atau,
'Ah, pokoknya tesis juga harus dicicil. Ohiya, TOEFL juga paling lambat setidaknya awal bulan depan sudah beres, lalu fokus siapkan CPNS. Apalagi? Ah, hasil analisis sampel di UGM belum keluar, kapan ya kira-kira?..'
'Saya belom mandi, sudah mau jam 10'
'Dan inii, anak biasanya jam setengah 10 sudah habis energi dan siap tidur siang, kenapa masih on terus..'
'Suami, apa kabar di sana, terakhir telepon kemarin siang, kangen...'
"Pyak.." tiba-tiba anak menumpahkan minuman ke meja.
Buyarlah segala lamunan..
"Fathan anak pinter, jangan ditumpahin minumnya.. Ayok dilap dulu"
"Woo.."
"Fathan belum ngantuk? Bobok yook Ibuk capek.." kebetulan saya juga entah kenapa merasa sangat lelah.. Kadang begini memang kalau paginya tidak segera mandi, lesunya terasa sampai siang hari..
Kembali dia mengacak-acak seisi rumah. Lalu saya ajak ke kamar untuk nenen, setelah nenen, malah segar lagi. Acak-acak lagi seisi kamar.
"Fathan... Ayok bobook.. Than, kalo Ibuk jadi PNS gimana? Nanti Fathan ada yang momong, terus kalo Ibuk pulang, Fathan sama Ibuk lagi, gitu ya..?" akhirnya saya dekap dia sambil tiduran, dia balas memeluk, menendang, ada saja polahnya.
Sampai satu jam, baru dia lelah dan tertidur.
Saya rasa hari ini komunikasi kami kurang produktif, karena pikiran saya yang bercabang kemana-mana. Saya kurang 'Keep Information Short and Simple', kurang 'Eye Contact' dan kurang sebagainya. Menyeramkan. Lalu saya mencoba untuk relax, mandi biar segar, dan menata pikiran, fokus dengan apa yang sedang saya hadapi saat ini. Karena bagaimanapun, komunikasi produktif juga berasal dari pikiran yang tertata, tidak awut-awutan, ya kan? Bismillah, semoga diberi petunjuk baik sama Allah, menjalani hari dengan penuh semangat.

#hari9
#gamelevel1
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbundasayang
#institutibuprofesional

πŸ“šSerba-serbi pendaftaran CPNS..πŸ“š


πŸ‘© : Mas ada bukaan CPNS lagi
πŸ‘¨ : Iya, buat perikanan juga banyak.. Terus?
πŸ‘© : Daftar? Buat peternakan cuma dikit, dan gatau Temanggung ada apa ngga, sampe hari ini belum nemu pengumuman yg bener..
πŸ‘¨ : Terserah.. Kalo aku sih masih pengen kita besarin usaha bareng.. Tapi kalo kamu tetep pengen nyoba, ya silakan..
πŸ‘© : Haha bingung akunya..
πŸ‘¨ : Yang penting bukan karena desakan keadaan dan paksaan orang lain. Harus dari kamu sendiri dan pertimbangannya matang..
πŸ‘© : Iya sih..
πŸ‘¨ : Kalo aku udah ga pengen jadi PNS,, udah pengen gedein usaha aja. Lebih nyaman. Kayak kalo gini, ini naudzubillah deh, kalo misal aku harus pindah ke lain hati dari kamu ke yang lain.. Aku ga mau lah..
πŸ‘© : (diem, antara bingung mau jawab apa dan tersanjung 😝)

Sebenarnya dialog tentang PNS ini sudah berulang kali kami adakan. (Halah koyok TV berita aja ngadakan dialog). Dan masih itu2 saja pembahasannya.. Tapi biar deh, biar clear dan terklarifikasi. Kalo ditanya orang juga biar makin mantap menjawab..

Prinsip kami sekeluarga sih, terserah mau bekerja di ranah apa, yang penting profesional, tekun, sungguh-sungguh. Ibu pernah bilang, semua pekerjaan itu mulia, asal halal, tidak merugikan orang lain, dan serius menekuninya.

"Arepo dadi bakul lele, nek tenanan yo ono kasile. Arepo dadi PNS, nek ora tenanan, yo bubar kabeh, gawean ora beres, keluarga yo kacau.."

Dan dari Institut Ibu Profesional, saya belajar bahwa jadi apapun, seorang Ibu tetaplah Ibu, yang juga harus bersikap profesional. Bekerja 'hanya' jadi Ibu Rumah Tangga, bukan karena malas terjun ke ranah publik, tapi bagaimana berusaha sungguh-sungguh berperan di dalam rumah, membentuk keluarga yang baik dan berpengaruh baik. Pun ketika memutuskan untuk bekerja di ranah publik (entah jadi PNS atau kerja kantoran lain), bukan karena malas dipandang 'hanya IRT biasa' yang kerjaannya remeh temeh, tapi memang karena panggilan jiwa untuk berkontribusi pada masyarakat luas, menjaga agar ilmunya bermanfaat, dengan masih menjaga keharmonisan rumah tangga dan baiknya tumbuh kembang anak-anak.

#hari8
#gamelevel1
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbundasayang
#institutibuprofesional

17 September 2018

Katakan yang Saya Inginkan, bukan yang tidak..

Menarik sekali ketika berbicara bersama anak usia 19,5 bulan yang bahasanya masih sederhana. Saat kita ingin A, dia bilang "Emooh". Saat kita larang B, dia segera melaksanakannya. Terbolak-balik.

Dan dari belajar materi Komunikasi Produktif, saya jadi bisa memilah-milah bagaimana gaya komunikasi yang baik dengan anak. Meski banyak gagal dan sering emosi, tapi semua ini proses. Dan saya berusaha menikmatinya.

Seperti hari ini, saat anak saya mainan karpet puzzle. Hobi melemparnya masih diteruskan. Karpet puzzle yang kami punya adalah karakter angka, lengkap dengan keterangannya. Misal 1-one. Jadi ada potongan2 puzzle yang kecil-kecil yang rawan hilang. Dan karena usia puzzle ini sudah 10 tahun, warisan dari kakak saya, maka sudah ada beberapa potongan yang hilang.

Dan ketika pagi ini Fathan melempar potongan huruf dan angka, saya bilang
"Fathan, jangan dilempar, nanti pada hilang.."
"Ilang??..." pluk, dia lempar lagi
"Fathan.. Hayo.. Eh yuk ditata lagi yuk, dipasang-pasang yuk puzzle nyaa.."
"Nandi??.. (Dimana)"
"Sinii.."

Akhirnya dia berhenti melempar, dan mulai fokus memasang-masang puzzle lagi.
Dari sini saya belajar, bahwa anak kecil cenderung melakukan apa-apa yang kita larang. Pada beberapa hal, sebagai umat muslim dan sesuai yang pernah saya tahu, saya meyakini bahwa penggunaan kata 'jangan' itu masih diperbolehkan, karena dalam kitab suci kami ada contoh penggunaan kata 'jangan'. Tapi dalam beberapa hal lain, kita dapat mengganti kata 'jangan' dengan kalimat ajakan untuk melakukan sesuatu yang berlawanan. Atau kalau dikaitkan dengan materi Komunikasi Produktif, saya belajar beberapa hal, yaitu :
- Mengatakan yang saya inginkan, bukan yang tidak saya inginkan.
- Fokus pada Solusi, bukan Masalah
- Gunakan suara ramah

#hari7
#gamelevel1
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbundasayang
#institutibuprofesional

Fokus pada Solusi bukan Masalah


Kurang lebih dua minggu yang lalu, Fathan mengalami terkilir di kaki yang mengharuskannya digendong beberapa hari karena kakinya jadi bengkak. Alhamdulillah di hari ketiga setelah jatuh, bengkaknya berkurang dan dia mau belajar jalan pelan-pelan meski kakinya masih kaku. Setelah dipijat beberapa kali, akhirnya dia aktif lagi jalan dan setengah berlari tanpa harus diawasi ketat lagi.
Tapi hari ini ketika dia aktif-aktifnya berjalan, dia tersandung karpet saat ingin menuju Mbah Yayi meminta makanan.
"Innalillahi.." ujar saya, agak keras. Dia sepertinya kaget lalu menangis.
Dan dia menangis, sambil jejeritan. Saya takut kalau kakinya terkilir dan bengkak lagi.
Lalu saya bopong dia, saya ajak ke dapur lihat jeruk, lihat rengginang, ke kamar mandi beresin bekas mandinya. Tapi dia masih menangis. MasyaAllah..
"Eh yuk bikin wedang jeruk yuuk, manis loh jeruknya.."
"Huaaaa...."
Saya berusaha untuk tidak menyinggung tentang kakinya, karena dia pasti menangis lebih kencang. Lalu saya fokuskan ke hal lain, sesekali saya nasihati dia agar hati-hati berjalan.
"Fathan kan tadi mau minta rengginang nya Mbah Yayi ya..? Inii di sini, buka toplesnya.."
"Hiks hiks.." sudah mereda..
Lalu saya usap kakinya untuk mengecek apakah kaku atau bengkak lagi, dia malah menangis lagi. Oke, alihkan lagi.
"Nenen Ibuk ya," lalu dia nenen dengan masih agak mengeluhkan kakinya.
"Ayo jeruknya diminum.." Ibu saya menawarkan, tapi dia menangis lagi..
Dan dengan amat sangat terpaksa, saya mengalihkan untuk menonton kartun di TV :(, tidak apa-apa lah ya. Saya menonton Hachi, menunjukkan lebah dan burung. Dan alhamdulillah setelah beberapa lama dia berhenti menangis dan mau berjalan lagi. Sebenarnya selain menonton TV, saya bisa ajak dia keluar rumah. Tapi saya pikir, saya ingin menenangkan dia dulu di dalam rumah, agar ketika keluar sudah ready main, tanpa ada pertanyaan retoris dari tetangga. 'Kenapa menangis?', yang kadang hanya untuk bahan cerita saja bagi mereka, hihi.. eh astaghfirullah, tidak boleh suudzon, tapi realistis. Sudah, fokus saja pada solusi, bukan masalah, ya.. Wkwk..
#hari6
#gamelevel1
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbundasayang
#institutibuprofesional

14 September 2018

GANTI KATA 'TIDAK BISA' MENJADI 'BISA'


Fathan, anak saya usia 19 bulan, sedang sangat suka melempar apapun. Mainan, pakaian, bahkan makanan. Sering saya larang, diulanginya lagi. Untuk hal ini, saya belum berhasil mengajarinya tidak sembarang melempar-lempar. Maka kali ini saya akan ceritakan hal lain, tapi masih berkaitan dengan lempar-melempar.
Beberapa kali, Fathan melempar mainan, terutama bola, lalu menggelinding di bawah kolong meja atau kursi. Dan dia berulang kali merengek minta diambilkan.
"Hayo siapa tadi yang lempar? Yuk ambil sendiri" ucap saya.
"Aaaa.. Mundhut.. Mundhut.." dia minta ambilkan dengan bahasa jawa halus yang sering kami ucapkan πŸ˜…
"Ayo Fathan coba, gini caranya" saya tengkurap dan menjulurkan tangan ke kolong untuk menunjukkan cara mengambil mainannya
"Aaa..."
"Ayoo, bisa-bisa, Fathan kan pinter" bujuk saya semnari memujinya
"Aaah.." dia menunjukkan gestur takut terbentur meja, saking seringnya terbentur.
"Sini Ibuk jagain biar ga kena meja," bujuk saya lagi
"Bisa.." akhirnya dia mau mencoba
"Yaak, pinteer loh Fathan loh.. Yee.."
"Yee..." lalu dia kegirangan.
Saya berusaha mengajarkan dia untuk melakukan sesuatu yang kiranya dia bisa lakukan di usianya, tidak selalu membantu agar dia tahu bahwa dia bisa. Tapi selalu, harus dalam pengawasan.

#hari5
#gamelevel1
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbundasayang
#institutibuprofesional

13 September 2018

I'm Responsible on My Intonation :D

Masih dalam rangka berjauhan dengan suami. Bagi banyak pasangan suami istri, LDR adalah suatu kondisi yang harus dinikmati. Biasanya karena tuntutan pekerjaan. Saya pun begitu, meski tidak dalam waktu yang lama. Paling tidak, seminggu ditinggal suami dua sampai empat hari, sisanya kami bersama-sama. Tapi mungkin yang membuat kami berbeda dengan pasangan lain adalah, komunikasi jarak jauh kami yang hanya bisa via telepon. Karena suami saya belum punya WhatsApp atau aplikasi lain yang memungkinkan kami melakukan lebih dari sekedar SMS atau telepon, video call, misalnya.. Tapi alhamdulillah hal tersebut tidak mengurangi kemesraan kami πŸ˜…. Pagi ini juga kami berbincang via telepon untuk menanyakan kabar satu sama lain.
"Assalamualaikum Mas.."
"Waalaikumsalam.. Lagi apa?"
"Lagi mainan sama Fathan.. Mas lagi apa?"
"Sarapan.."
"Pagi amaat" waktu menunjukkan masih jam 6 kurang
"Lhaa ya wong lagi duduk di dapur, Mba Wasri masak udah mateng semua ya makan"
Pekerjaan suami mengharuskan beliau rutin ke tempat mertua saya, dan di sana ada kakak ipar sekeluarga yang menemani mertua. Jadilah kalau sedang di sana, hidupnya terjamin juga alhamdulillah..
"Mas Bapak bikin tape singkong banyak, sayang ya kemarin lupa dibawain..saking banyaknya sekarang juga masih"
"Oh iya to? Ya wes gapapa.. Dibikin apa gitu kalo masih biar Fathan makan juga.."
"Iya apa ya. Kemarin Mba Atik (sepupu saya) juga bikin prol tape, tapi pake telur.."
"Ya coba cari resep yang ga pake telur. Kasihan Fathan nanti gatel lagi.."
"Iya Mas aku udah coba cari resep sih.. Udah nemu. Coba nanti ya.."
"Iya.. Pokoknya Fathan dipantau ya, jangan makan telur sama susu dulu.."
"Iyaa.."
Anak kami alergi telur dan susu formula. Tiap kali saya atau dia makan, kulitnya gatal bersisik, jadilah tiap kali saya ingin bikin-bikin makanan terutama cake, saya sibuk cari resep-resep 'eggless' dan mengadaptasinya..
Alhamdulillah hari ini terwujud membuat 'prol tape' ala ala, bermodal bahan seadanya dan dikukus, tidak dipanggang seperti lazimnya. Tapi alhamdulillah anak saya doyan.
Saya memasaknya ketika anak tidur. Dan alhamdulillah pas matang ketika dia bangun. Lalu saya tawari dengan suara semenarik mungkin.
"Fathan, Ibuk bikin makanan lhoo.. Enaaak, angeet.. Ayoo turun.." dia masih gulang guling di atas tempat tidur..
"Eehh eehh.." tanda minta dimanja..
"Ayook, bopong ya.. Lihat sudah mataang looh, nunggu adem.. Yuk kita balik yuukk,, gini-gini, pluk! Whoaaa... Anget-angeet"
"Whaaaa... Enak-enak.." dia kegirangan
"Iyaa enaak, diiris ya, taruh sini, ambil sendok dulu.."
"Aaah, aah, maam, nak, nak.." masih panas, dia memaksa ingin makan. Saya gemes, tapi senang karena dia tertarik.
Satu suap, sukaa. Suapan berikutnya dan seterusnya tidak sabar untuk terus. Efek lapar bangun tidur. Alhamdulillah pagi sampai siang hari ini aman, senang sentosa πŸ˜„πŸ˜„
#hari4
#gamelevel1
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbundasayang
#institutibuprofesional

12 September 2018

Clear, Clarify, Control the Emotion..

Berjauhan dengan suami, kadang bisa bikin gemes kalo pola komunikasinya kurang apik. Setelah ditinggal berangkat kerja kemarin, seperti biasa suami santai saja tidak mengabari jika sudah sampai lokasi a.k.a rumah mertua saya. Biasanya, beliau langsung sibuk kerjakan ini itu sesuai rencana. Kadang saya maklumi, dan saya biasa saja kalau saya juga sudah sibuk dengan urusan saya. Tapi kadang juga suami ingin segera berkabar, sementara saya sibuk urusan ini itu dan entah meletakkan HP dimana, atau saya pergi ke luar bersama anak dan sengaja tidak membawa HP karena main ke tetangga2, agak gimana gitu kalau 'ngadep' HP sementara saya jarang2 ketemu tetangga, nanti dikira nggayaa..

Untuk kasus kali ini, alhamdulillah kami dalam kondisi hati yang stabil, penuh cinta karena pola komunikasi yang cukup sehat akhir2 ini. Tanpa dikabari, saya husnudzon saja bahwa berarti suami sudah sampai lokasi dengan aman. Hanya waktu malam saya sms, sepertinya hanya dibaca dan tidak ada telepon dari beliau. Barulah pagi hari berikutnya, beliau menelepon kami saat kami sarapan.

"Assalamualaikum Mas.." sapa saya
"Waalaikumsalam, lagi apa?"
"Lagi sarapan ini, sama Fathan juga, sarapan sama kerupuk"
"Sehat2 kan? Fathan gimana jalannya?"
"Alhamdulillah sehat, ya gitu masih pincang sedikit. Mas lagi apa?" anak kami habis keseleo kaki, jadi masih dalam proses penyembuhan..
"Oh ya wes alhamdulillah.. Baru balik ini.. Semalem SMS ga ada apa-apa kan?"
"Balik dr Tegal? Ngirim semalem? Nggak papa.. Ya pengen tahu kabar aja gimana"
"Iya kemarin siang sampe sore sortir ikan, baru kirim malem sama Mas Awal. Belum ngaso ini.."
"Walah ya wes to ngaso dulu aja.. Udah sarapan?"
"Iya,, belum sarapan, baru banget balik ini.."
"Ohh.."
"Ya wes lanjut aja sarapannya ya, sehat2 di situ.."
"Iya Mas, hati2 ya.. Assalamualaikum.."
"Waalaikumsalam.."
Singkat, tapi bagi saya jelas dan terklarifikasi.. Jadi tidak ada pikiran macam2 kenapa tidak segera mengabari, kenapa ini kenapa itu. Salah satu yang penting ketika berkomunikasi adalah kondisi hati, jangan gampang 'kemrungsung', jangan utamakan emosi..

Komunikasi dengan anak juga begitu, tapi kalau polah anak sedang di luar batas kemampuan saya mengendalikan emosi, kadang saya juga naik suara. Pagi ini setelah selesai telepon, saya sarapan di depan tiga anak kecil. Anak saya Fathan usia 1,5 tahun; anak kakak saya alias keponakan, Afnan usia 2,5 tahun dan keponakan jauh, anak saudara saya, Aya usia 5,5 tahun. Mereka subhanallah ributnya minta ampun. Saya sedang konsentrasi sarapan, anak saya minta kerupuk, saya ladeni, tapi tiap akan makan, tiba-tiba teriak dan menangis. Begitu sampai tiga kali. Afnan naik sepeda roda tiga, berputar-putar di ruang keluarga, digoda oleh Aya, ribut pakai teriak-teriak.
"Fathan kenapa sih?" tanya saya pada anak saya, sambil menggendong dan mendudukkan di sebelah saya.
Sementara Afnan dan Aya, saling menggoda, Afnan memukul Aya. Lalu sepeda dibanting, rodanya dimainkan layaknya setir mobil.
"Afnan, sepeda adek jangan dibanting nanti rusak.."
Lalu diberdirikannya lagi. Aya menggoda lagi, ribut lagi. Fathan ikut melempar kerupuk dan menangis.
"Sepedaaa.." kata Fathan..
"Emooh ora oleh (tidak boleh).." kata Afnan, masih dengan digoyang-goyang..
Lalu saya ambil alih,
"Sampun ya.. Sepeda nya disimpan aja ya.. Afnan nanti ambil punya sendiri ya.."
Mereka diam, saya singkirkan sepeda ke belakang. Akhirnya mereka tenang. Dan mencari mainan lain, yaitu R*ma malkist, untuk lalu dimakan sama-sama. Subhanallah..
Afnan masih termangu dan agak-agak takut dengan intonasi saya saat itu. Ditambah lagi Aya melenggang pergi setelah habis satu malkist, mau mandi katanya.
Sedih sebenarnya harus bernada tinggi di depan bocah-bocah kecil ini.. Tapi masyaAllah, ributnya seperti never ending..
Meski setelah itu Afnan dengan manis mengambilkan malkist untuk Fathan.
"Nah gitu kalo sama adek, yang sayang, pelan-pelan, ya.."
"He'em.."

#hari3
#gamelevel1
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbundasayang
#institutibuprofesional

6 September 2018

KomProd Day 1 #Ganti Perintah dengan Pilihan dan #Choose The Right Time


Alhamdulillah aktivitas hari ini lumayan padat. Jam 6 pagi saya sudah harus ke kandang di kampus untuk pelaksanaan penelitian, belum mandi karena akan kotor-kotoran. Selesai dari kampus, jam 8.30 saya sudah di rumah lagi untuk selesaikan tugas-tugas rumah, terutama mencuci. Namun sebelum itu saya berbincang dengan anak dan suami terlebih dulu. Kebetulan beberapa hari ini kaki anal saya terkilir, jadi agak-agak manja dengan ibunya. Padahal kegiatan saya sedang padat-padatnya. Jadilah tiap ada waktu bertemu, kami seperti tidak ingin terpisahkan. Dan anak kami alhamdulillah pintar mengungkapkan keinginannya lewat binar matanya di usia 19 bulan.
"Fathan ngantuk? Yuk mimik Ibuk trus bobok.."
Lalu saya nenenin dia, tapi dia masih berbinar-binar ingin 'ngobrol' sama saya. Okelah kami haha hihi dulu, ngemil-ngemil dulu beberapa saat, lalu setelah ngemil saya sodorkan gelasnya yang masih berisi susu kedelai sisa tadi pagi waktu saya tinggal. Setelah habis, dia sodorkan gelasnya
"Nya.. Habiss.."
"Alhamdulillah sampun habis, sekarang bobok ya, Ibuk kelonin yuk.."
Lalu dia beranjak ke tempat tidur, memeluk saya dan tertidur :)
Setelah anak tertidur, ayahnya mengambil alih waktu. Lalu kami mengobrol ringan sebelum saya mandi dan mencuci baju.
"Mas, kemarin aku baca-baca tulisan, fiksi sih, tapi tentang pelakor.."
"Oh ya? Terus?"
"Ya serem aja gitu loh, di ceritanya sih pasangannya baik-baik ga ada masalah keluarga, tapi ya namanya godaan,,"
"Ya intinya harusnya takut sama Allah aja sih. Bukan takut sama pasangan. Kalo takut sama istri, pas istrinya ga ada ya berani macem2. Gitu juga kalo takut sama suami.."
"Iya sih.."
"Ya semoga kita dijauhkan dari hal-hal kayak gitu, saling mengingatkan aja.."
"He'em"
"Udah sana nyuci.."
"Ealah.."
#hari1
#gamelevel1
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbundasayang
#institutibuprofesional