28 Februari 2013

Universalitas Keramahan


Hari ini, seperti hari-hari sebelumnya setelah menikmati liburan di rumah, saya kembali ke Semarang untuk meneruskan perjuangan =).
Tapi yang menjadi beda adalah, jika biasanya saya naik bis atau naik motor, kali ini saya naik shuttle.. satu shuttle berisi 17 orang..
Saya sengaja naik shuttle karena sekalian berangkat membarengi kakak saya yang bekerja di kota sebelah, dan hari itu, kami mendapat jatah kursi paling belakang, sementara depan sudah penuh..
Seperti angkutan pada umumnya, shuttle bukan angkutan pribadi, jadi isinya juga umum, bermacam-macam manusia, yang waktu itu adalah dari arah Purwokerto (Banyumasan) yang menuju ke Semarang.
Ada 6 baris bangku, baris pertama sopir dan dua penumpang, sepertinya pasangan suami istri, lalu di baris kedua, ada dua suster dan satu laki-laki, baris ke tiga ada 3 orang keluarga, baris ke empat ada tiga mahasiswi, baris ke lima ada satu ibu dan dua perempuan muda, baris ke enam ada saya, kakak saya dan satu bapak-bapak..
Perjalanan kami biasa, (karena cerita yang akan saya tuliskan selanjutnya juga sangat biasa).. rute yang kami lewati tidak seperti bis pada umumnya, karena mayoritas penumpang turun di Semarang, dan kami melewati Temanggung, Kaloran, Bandungan, lalu terus menuju Ungaran..
Sempat ada kejadian shuttle yang saya tumpangi hampir menabrak pengendara sepeda motor (yang dikendarai seorang perempuan muda berboncengan dengan teman perempuannya, tanpa mengenakan helm dan hanya berkaos serta menggunakan hot pants, setelah shuttle berlalu, kedua mbak-mbak itu malah ketawa ketiwi.. entah sadar atau tidak bahwa maut hampir saja mengoyak hot pants mereka -_-)
Yang membuat saya tertarik selama perjalanan itu adalah, dua orang suster yang ada di bangku baris ke dua.. (Karena selama perjalanan saya tertidur, maka saya baru sempat memperhatikan mereka dan mendengar mereka ketika ada penumpang yang turun)
Dengan ramahnya, dua suster itu menyalami penumpang di baris ke tiga (yang sepertinya sudah saling kenal),,,
Suster 1 : “Ya sudah, hati-hati yaa..”
Ibu X : “Iya suster, makasih ya sudah didampingi...”
Suster 2 : “He’e..jangan lupa dipakai itunya..ya (sambil mengisyaratkan memakai ‘kerudung’)”
Ibu X : “Iya suster, saya duluan yaa.. (sambil menyematkan kain hitam ke kepalanya)”
Suster 2 : “Ya, hati-hati yaa.. (sambil menyalami ketiga orang yang satu rombongan dengan ibu X dan melambaikan tangan)”
Ibu X, bapak X, mbak X : (posisi sudah turun, sambil melambaikan tangan ke arah suster) “Pak, masih ada barang-barang di bagasi..”
Sopir shuttle : “Oh, iya Bu,,,(membuka pintu bagasi)..”
Bapak X : “Merah, Biru, gulungan kertas Pak (sambil menunjuk tas dan barang lain di bagasi)”
Ibu X : “Sudah pak, terimakasih banyak ya Pak...”

Yap, begitu saja,,,
Lalu, apa?
Yang menjadi sorotan saya, selalu,
Rombongan tadi memiliki paras keturunan Tionghoa, saya bisa memastikan kalau mereka nasrani,, hal ini berdasar pada keakraban mereka dengan para suster tadi...
Bukan apa-apa, hanya mengagumi keramahan mereka satu sama lain, entah dengan suster-suster atau dengan sopir shuttle..
Dan memang, keramahan adalah bahasa universal.. meski mereka sama sekali tidak menyapa saya (karena memang bangkunya berjauhan, dan siapa saya??)..
Dan saya percaya, mereka yang merasakan kehadiran “Sang Pencipta” dalam hidupnya, akan mengekspresikan kecintaannya kepada sesama, minimal dengan bersikap ramah, murah senyum, dan penuh kasih..
Lalu setelah mereka turun, saya turun di patung kuda, jalan masuk ke kampus UNDIP, dan pintu shuttle harus mengorbankan salah satu penumpangnya untuk naik turun membukakan pintu bagi penumpang lainnya untuk turun, saya termasuk yang memakan korban :P..
Penumpang baris keempat di pojok pintu harus membukakan pintu dan turun dulu sebelum saya turun..
Dan saya sempat bercakap dengan ibu di depan saya yang belum turun, dia menanyakan agen shuttle untuk tempatnya turun,,,lalu saya jawab sambil saya pamit untuk lebih dulu turun..
Ketika itu saya agak kerepotan untuk turun dari shuttle karena ransel yang lumayan besar..tapi semua penumpang dengan ramahnya menunggui, termasuk para mahasiswi di baris keempat, ibu di baris kelima, sopir, dan suster-suster itu... “Hati-hati mbak...”
Iya,, semoga semakin banyak orang yang memilih untuk bersikap ramah, ya.. karena ramah itu, baik untuk kesehatan.. tidak percaya? Cobalah...
“Janganlah sekali-kali engkau meremehkan kebaikan, walau hanya sekedar bertemu saudaramu dengan wajah ceria” (HR Muslim)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar