14 Agustus 2010

tentang desa madani(ku)


Kalau pada zaman Rasulullah, bacaan dalam shalat dan doa-doa sangat panjang. Kalau di zaman sekarang, karena segalanya serba cepat, mulai dari makanan yang cepat saji, pengiriman berita yang whas whuss, pun dengan transportasi yang semakin mempersingkat waktu, bacaan dalam shalat dan doa-doa pun mengalami akselerasi, zhipp... seketika rukuk, seketika sujud, seketika salam,, pun dengan doa-doanya yang amin, amin, amin...
Ah, Ramadhan memang selalu memberi inspirasi. Pun dengan malam ini, malam pertama Ramadhan 1431 H. Usai shalat tarawih yang berakselerasi itu, aku langsung menghadap laptop. Diiringi syahdunya tadarus anak-anak sekitar rumah...
Rasa ini, campur aduk. Bahagia, kecewa, sedih, haru, dan sebagainya. Bahagia karena aku (insyaAllah) bisa menemui Ramadhan pertama esok. Kecewa karena dari dulu, dari aku masih SD hingga kini, aku berpredikat mahasiswa semester tiga, shalat di masjid kecil desaku masih sangat kilat, macam diburu binatang buas. Sedih, karena, lagi-lagi, kami menjalani Ramadhan tanpa nenek, kakek, dan pakde-pakde, karena beliau semua telah dipanggil olehNya. Haru, karena sewaktu sembahyang di masjid tadi, begitu banyak anak kecil yang meski hujan deras turun malam ini, begitu antusias menyambut Ramadhan, mengikuti shalat tarawih (meski tadi beberapa dari mereka berteriak-teriak sementara yang lain khusyuk), menyenandungkan firman Allah, dan mereka hampir semua anak kecil yang di desa kecilku...
Dan.... impianku akan sebuah desa yang religius, madani, terpampang jelas tiap detik. Jauh semakin jelas saat aku menghadapi kenyataan seperti tadi. Hingga aku hanya bisa berdoa kini, karena hampir tiap hari, aku berkutat dengan kesibukan studiku di Semarang, jauh dari desaku. Aku hanya bisa berdoa, suatu saat ketika aku kembali kemari, semua orang gembira menyambutku, anak-anak kecil antusias mempelajari ilmuNya, ibu-ibu rajin seminggu sekali ke majelis, kaum adam meramaikan masjid dengan suara dan wibawa mereka... dan mereka yang ada di usia senja, hidup damai dengan ketenangan pikir dan batinnya...
Ah, biarkan semua ini terpanjatkan setiap detik, hingga suatu saat, semuanya nyata, bukan hanya impianku, bukan pula sebatas impian pemuda desaku kebanyakan, tetapi sebuah kenyataan...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar