16 April 2015

Cereal Grains, Concentrate dan Complete Feed



Cereal Grains
           
Grains atau bijian merupakan biji yang dapat dimakan dari jenis rumput yang spesifik dan termasuk ke dalam famili Poaceae atau masuk ke dalam famili Gramineae. Beberapa contoh bijian dalam famili Poaceae  adalah gandum, oat, padi, jagung, barley, sorghum dan millet (Grains and Legumes Nutrition Council, 2014). Biji-bijian merupakan pensuplai energi pada ternak dan sebagian besar energi yang dapat dicerna dari adalah pati. Bijian umumnya mengandung air, karbohidrat, protein termasuk enzim, lemak, mineral dan vitamin. Kandungan nutrien tersebut menyebabkan bijian sebagai bahan pakan yang mudah tercemari terutama cendawan (Ahmad, 2009). Karakteristik nutrisi yang umum pada bijian adalah kandungan energi yang tinggi, kandungan serat dan protein yang rendah, kandungan kalsium yang juga rendah. Bentuk energi yang dapat diperoleh dari bijian adalah dalam bentuk lemak, pati dan gula (Ishler et al., 1994). Hasil penelitian Sitompul (1997) menunjukkan bahwa kandungan asam amino dan protein kasar pada biji-bijian relatif lebih rendah dibandingkan pada kacang-kacangan. Oleh karena itu dalam ransum unggas, biji-bijian tidak dipergunakan sebagai sumber protein melainkan sebagai sumber energi.
Metode pengolahan bijian berpengaruh pada laju dan perluasan kecernaan dalam rumen. Bijian yang digiling dengan baik, memiliki tingkat kecernaan yang tinggi karena luas permukaannya lebih besar sehingga bakteri rumen dapat lebih banyak mendegradasikannya. Pati dalam bijian dengan kandungan air tinggi akan mudah difermentasikan di dalam rumen dibanding dengan pati dalam bijian kering. Selain itu, bijian yang telah mengalami proses pemanasan seperti pengukusan, akan memudahkan pati dalam bijian mudah dicerna. Hal tersebut dikarenakan proses pemanasan membentuk gelatinisasi pada pati yang meningkatkan fermentabilitas dalam rumen (Ishler, 1994).
Menurut Fahrenholz (1996), biji-bijian dapat diolah dengan beberapa cara untuk memudahkan pencernaan oleh ternak, beberapa upaya pengolahan yang dapat dilakukan adalah :
1.      Grinding (penggilingan) baik menggunakan hammer mill maupun roller mill;
2.      Pengeringan, yang dapat dilakukan dengan micronizing yaitu pemanasan menggunakan pemanas infra merah pada suhu 300oF selama 25 sampai 50 detik; popping yang diperoleh dengan pemanasan yang cepat menggunakan suhu 700 – 800oF dimana bijian menjadi mengembang karena terjadi gelatinisasi yang memudahkan pencernaan oleh enzim maupun organisme; roasting atau pemanggangan dengan cara melewatkan bijian pada tabung di atas api dengan temperatur sekitar 250 – 300oF.
3.      Pemanasan, dengan menggunakan metode steam flaking dengan menggunakan tekanan atmosfer tertentu selama 15 sampai 30 menit, suhu yang dicapai sekitar 200 – 210oF dengan kandungan air sekitar 17 – 18%; pelleting dengan menguapkan bijian pada ruangan conditioning sehingga mencapai suhu dan kandungan air tertentu; extrusion dengan prinsip untuk mencapai gelatinisasi bijian dengan waktu yang cepat dan suhu yang tinggi

Concentrate

Konsentrat adalah pakan yang mengandung kepadatan nutrien yang tinggi, biasanya memiliki kandungan serat kasar yang rendah (kurang dari 18% BK) dan memiliki TDN yang tinggi. Kegunaan utama pakan konsentrat adalah untuk menyediakan nutrien yang dibutuhkan pada produksi ternak. Nutrien tersebut tidak hanya makro-nutrien yang mengandung energi dan protein, tetapi juga nutrien spesifik yang penting seperti asam amino, asam lemak, enzim, vitamin, mineral dan lainnya (FAO, 1983). Bahan penyusun konsentrat dapat dibagi ke dalam tiga kelompok dasar yaitu biji-bijian serealia, sumber protein, dan pakan hasil limbah (Ishler, et al., 1994). Konsentrat terdiri atas biji-bjian dan limbah hasil proses industri bahan pangan seperti jagung giling, tepung kedelai, menir, dedak, bekatul, bungkil kelapa, tetes dan umbi (Akoso, 1996).
Peranan konsentrat adalah untuk meningkatkan nilai nutrien yang rendah agar memenuhi kebutuhan normal ternak untuk tumbuh dan berkembang secara sehat (Akoso, 1996). Tujuan dari pemberian konsentrat pada sapi potong adalah agar sapi dapat cepat dijual, untuk memenuhi permintaan tertentu terhadap kualitas karkas sebagai hasil penggemukan (Parakkasi, 1999).
Sebagian besar sistem produksi ternak yang menggunakan konsentrat adalah sapi perah, sapi potong, babi, ayam pedaging, dan petelur. Produksi unggas seperti itik, angsa, dan kalkun menggunakan pakan konsentrat. Selain itu, beberapa peternakan intensif yang diterapkan pada kambing dan domba di beberapa negara Eropa, Amerika dan Afrika juga menggunakan konsentrat sebagai bahan pakan peternakan kerbau di Italia dan Asia juga menggunakan konsentrat meski dalam jumlah yang relatif sedikit. Industri perikanan, terutama udang, juga merupakan pengguna konsentrat (FAO, 1983).
Baik ternak monogastrik maupun ruminan diberi pakan berupa konsentrat. Ternak monogastrik memiliki kapasitas yang terbatas untuk mencerna serat dan oleh karena itu dibutuhkan pakan dengan kepadatan nutrien yang tinggi dengan proporsi pakan konsentrat yang tinggi dan komposisi pakan hijauan yang rendah, terutama bagi ternak unggas dan babi. Sistem produksi ruminan juga menggunakan pakan konsentrat. Pada sistem intensif, konsentrat memiliki porsi yang tinggi pada pakan, sekitar 30% untuk sapi perah dan 70% untuk sapi penggemukan (FAO, 1983).
Pemberian konsentrat yang tinggi dalam pakan ruminansia menyebabkan fermentabilitas bahan pakan dalam rumen meningkat. Konsentrat mengandung lebih banyak karbohidrat yang mudah difermentasi dalam rumen sehingga proporsi asam propionat tinggi dan kandungan glukosa darah tinggi (Tillman et al., 1998; Murray et al., 2003).
Mutu konsentrat didasarkan atas kandungan zat gizi dan ada tidaknya zat atau bahan lain yang tidak diinginkan. Persyaratan mutu meliputi kandungan zat gizi, batas toleransi kandungan aflatoksin, logam berat, kandungan bahan imbuhan dan bahan berbahaya lainnya. Batas maksimum kandungan logam dalam konsentrat meliputi Hg 2 mg/kg; Pb 30 mg/kg; Cu 100 mg/kg; As 50 mg/kg; Cd 0,5 mg/kg dan Al 1000 mg/kg. Kandungan imbuhan dan bahan berbahaya dalam konsentrat seperti aflatoksin, insektisida, pestisida, formalin, hormon, dan antibiotik harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku (BSN, 2009).

Complete Feed

Complete feed atau pakan komplit adalah pakan yang cukup tinggi gizinya untuk hewan tertentu dalam tingkat fisiologi, dibentuk atau dicampur untuk diberikan sebagai satu-satunya makanan dan memenuhi kebutuhan hidup pokok atau produksi, atau keduanya tanpa tambahan bahan atau substansi lain kecuali air (Hartadi et al., 2005). Menurut Syamsu et al. (2003), pakan komplit adalah campuran bahan pakan termasuk hijauan sumber serat kasar dengan proporsi yang seimbang yang diolah dan dicampur menjadi campuran yang seragam dengan kandungan nutrien yang sesuai dengan kebutuhan ternak. Teknik pembuatan pakan dimana hijauan dan konsentrat atau limbah pertanian, perkebunan atau agondustri dicampur menjadi homogen melalui proses pengolahan dengan perlakuan fisik, kimiawi dan atau biologis serta suplementasi dengan teknik hidrolisis, fermentasi dan amoniasi untuk produksi pakan ruminansia merupakan pengembangan teknologi complete feed (Verma et al., 1998; Mathius, 2008).
Berikut merupakan contoh dari pakan komplit :
1.      Pakan komplit (complete feed) untuk domba misalnya dibuat dari lombah pertanian seperti kulit kacang, tumpi jagung, jerami kedelai, tetes tebum kulit kakao, kulit kopi, ampas tebu, pucuk tebu, tongkol jagung, bungkil biji kapuk, dedak padi, onggok kering, dan bungkil kopra yang diformulasikan sedemikian rupa sehingga semua nutrisi kebutuhan ternak domba dapat terpenuhi (Mahaputra, 2003).
2.      Komposisi pakan komplit untuk sapi terdiri atas jerami padi fermentasi, corn gluten feed, singkong, dedak padi, bungkil biji kapuk, tepung kulit kopi, minyak sawit, bungkil kelapa, urea, mineral mix dan garam NaCl yang diformulasikan sedemikian rupa sehingga mencapai persentase 100% dengan memperhatikan kandungan nutrien seperti bahan kering, protein kasar, serat kasar, lemak kasar, abu dan TDN (Sunarso et al., 2011).
3.      Complete feed amofer untuk domba terdiri atas pelepah sawit, daun sawit, tandan sawit kosong serta perasan buah sawit yang masing-masing telah mengalami amofer (amoniasi fermentasi), lumpur sawit, bungkil sawit, legum, jagung, dedak, onggok, molases, urea, mineral mix serta garam (Mayulu et al., 2012).
Beberapa penelitian mengenai pemberian complete feed pada beberapa ternak telah dilakukan. Formula complete feed dengan teknologi amofer dapat meningkatkan efisiensi pakan, konversi pakan, meningkatkan bobot badan juga produktivitas ternak. Complete feed amofer berbasis limbah perkebunan sawit tidak menyebabkan gangguan hematologis pada domba, sehingga pemberian complete feed tersebut cenderung aman dengan tetap memperhatikan komposisi bahan pakan dan nutriennya (Sunarso, 2003; Mayulu et al., 2008; Mayulu et al., 2012). Pemeliharaan domba menggunakan complete feed cukup menguntungkan dari segi biaya, tenaga dan waktu (Mahaputra et al,. 2003).


 DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, R. Z. 2009. Cemaran Kapang pada Pakan dan Pengendaliannya. Jurnal Litbang Pertanian 28 (1) : 15 – 22.

Akoso, B. T. 1996. Kesehatan Sapi. Kanisius, Yogyakarta.

BSN. 2009. Pakan Konsentrat – Bagian 2 : Sapi Potong. SNI 3148.2 : 2009. Badan Standardisasi Nasional.

Fahrenholz, C. 1996. Cereal Grains and By-Products : What’s in Them and Ho Are They Processed?. SmithKline Beecham, Pennsylvania.

FAO. 1983. The use of concentrate feeds in livestock production systems.  http://www.fao.org/ag/againfo/programmes/en/lead/toolbox/Refer/fcrpsec1.pdf.

Grains and Legumes Nutrition Council. 2014. Types of Grain. www.glnc.org.au/grains/types-of-grains

Hartadi, H., S. Reksohadiprodjo dan A. D. Tillman. 2005. Tabel Komposisi Pakan unruk Indonesia. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Ishler, V.A., R.S. Adams, A.J. Heinrichs and G.A. Varga. 1994. Concentrates for dairy cattle. College of Agricultural Sciences, Cooperative Extension : Pennsylvania State University.

Mahaputra, S., P. Kurniadhi, Rokhman, dan Kadiran. 2003. Analisis Biaya Pemeliharaan Domba dengan Complete Feed. Buletin Teknik Pertanian Vol. 8 Nomor 2 : 47 – 48.

Mathius, I. W. 2008. Pengembangan Sapi Potong Berbasis Industri Kelapa Sawit. Pengembangan Inovasi Pertanian 1 (3) : 206 – 24.

Mayulu, H., B. Suryanti, M. Christiyanto, F.I. Ballo dan Refa’i. 2008. Kelayakan Penggunaan Complete Feed Berbasis Jerami Padi Amofer pada Peternakan Sapi Potong. Jurnal Pengembangan Peternakan Tropis 34 (1) : 74 – 79.

Mayulu, H., Sunarso, C.I. Sutrisno, dan Sumarsono. 2012. Profil Darah Domba Setelah Pemberian CF Amofer. JITP Vol. 2 No. 1 : 10 – 19.

Murray, R. K., D.K. Granner, P.A. Mayes dan V.W. Rodwell. 2003. Biokimia Harper. Edisi 25. Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. UI Press, Jakarta.

Sitompul, S. 1997. Komposisi Asam-asam Amino dari Biji-bijian dan Kacang-kacangan. Lokakarya Fungsional Non Peneliti 1997. Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor.

Sunarso, L.K. Nuswantara, A. Setiadi, and Budiyono. 2011. Performance of Beef Cattle Fed by Complete Feed. International Journal of Engineering and Technology IJET-IJENS Vol 11 No. 01 : 260 – 263.

Sunarso. 2003. Pakan Ruminansia dalam Sistem Integrasi Ternak-Pertanian (Pidato Pegukuhan Guru Besar Universitas Diponegoro tanggal 10 September 2003). Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.

Syamsu, J. A., L. A. Sofyan, K. Mudikdjo dan E.G. Sa’id. 2003. Daya dukung limbah pertanian sebagai sumber pakan ternak ruminansia di Indonesia. Wartazoa 13 : 30 – 70.

Tillman, A.D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo dan S. Lebdosoekojo. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Cetakan V, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Verma, A.K., U.R. Mehra, R.S. Dass and A. Singh. 1996. Nutrient utilization by Murrah buffaloes (Bubalus bubalis) from compressed complete feed blocks. Animal Feed Science Technology 59 : 255 – 263.



1 komentar:

  1. Terima Kasih artikel tentng Complete feed Sangat bermanfaat bagi kami peternak pemula. ijin share

    BalasHapus