14 April 2015

Aditif, Antibiotik dan Probiotik

Additive
           
Aditif pakan merupakan pakan tambahan baik berupa bahan pakan alami, ekstrak bahan alami, mikroorganisme bermanfaat, sediaan murni alami dari hasil pemisahan atau purifikasi atau sintesis, yang ditambahkan atau diimbuhkan dalam ransum untuk memberikan fungsi-fungsi tertentu, atau memperbaiki dan meningkatkan tampilan produksi ternak, baik kualitas maupun kuantitas (Murwani, 2010). Bahan aditif pakan (feed additive) merupakan suatu bahan yang dicampurkan di dalam pakan yang dapat mempengaruhi kesehatan, produktivitas, maupun keadaan gizi ternak (Sinurat et al., 2009). Bahan aditif pakan digolongkan menjadi dua, yaitu aditif pakan nutritive dan non nutritive. Aditif pakan nutritive ditujukan untuk memenuhi nutrien gizi utama ternak, sedangkan aditif non nutritive ditambahkan pada pakan bukan untuk memenuhi gizi ternak, aditif non nutritive yang lazim digunakan pada ransum unggas yaitu flavor, pewarna (Sari et al., 2009), antibiotika, enzim, prebiotik (Rahayu dan Budiman, 2006) dan antioksidan (Sinurat et al., 2009).
Bentuk aditif pakan bermacam-macam, dapat berperan sebagai nutrisi (vitamin, mineral mikro), pemacu pertumbuhan/growth promoters, coccidiostats, aditif untuk perasa dan pewarna, maupun sebagai antioksidan (Mantovani et al., 2006). Aditif untuk memacu pertumbuhan pada ayam adalah antibiotik (antibiotics growth promoters) karena antibiotik selain dapat meningkatkan immunogenik juga dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pakan dan meningkatkan berat badan ayam broiler (Julendra, et al. 2010). Bentuk lain dari aditif pakan adalah enzim, dalam hal ini misalnya dapat digunakan enzim manannase yang diharapkan dapat bekerja optimal di sepanjang saluran pencernaan unggas. Syarat suatu enzim dapat diaplikasikan dalam ransum adalah enzim harus aktif dalam saluran pencernaan unggas, stabil selama penyimpanan, stabil pada suhu tinggi seperti ransum dalam bentuk pellet (Suswita, 2012)
Di negara Eropa, aditif pakan harus memenuhi beberapa prinsip kriteria penilaian, yaitu 1) otoritas pra-pemasaran; 2) prinsip daftar kepastian; dan 3) penilaian seksama mengenai kemungkinan efeknya pada kesehatan manusia dan ternak maupun lingkungan (Mantovani et al., 2006). Penggunaan feed additive pada ruminansia telah dilaporkan dapat menghambat metanogenesis secara efektif dengan beberapa tipe mekanisme, antara lain 1) berdasarkan sifat toksik terhadap bakteri metanogen seperti senyawa-senyawa derivat metana; 2) berdasarkan pada reaksi hidrogenasi seperti senyawa asam-asam lemak berantai panjang tidak jenuh; 3) berdasarkan pada senyawa-senyawa kimia yang afinitasnya terhadap hidrogen lebih tinggi dari pada CO2 seperti ion ferri dan ion sulfat; 4) berdasarkan defaunasi/penekanan populasi protozoa sepert senyawa saponin. Mix feed additive adalah suatu campuran yang terdiri dari beberapa komponen dengan multi fungsi, antara lain sebagai defaunator, inhibitor metanogenesis, faktor pertumbuhan bakteri asetogenik dan anti reduktan karbondioksida (Thalib, et al., 2010).

Antibiotik

Antibiotik adalah substansi yang dihasilkan oleh suatu mikroorganisme yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme lain dalam konsentrasi yang sangat rendah (Jatmiko et al., 2014). Antibiotik umumnya digunakan pada unggas untuk tujuan pengobatan atau encegahan bahkan sebagai pemacu tumbuh untuk meningkatkan kinerja ternak (Haryanti, 2010)
Salah satu contoh antibiotik adalah dari jenis tetrasiklin yang dapat digunakan sebagai alternatif pencegahan dan pengobatan penyakit yang berspektrum luas dan murah. Tetrasiklin sering diterapkan pada ayam. Jika antibiotik digunakan secara berkelanjutan dan bahkan berlebihan, dapat membahayakan tubuh karena menyebaban mikroorganisme menjadi resisten terhadap antibiotik tertentu. Penggunaan antibiotik dapat menghambat absorpsi kalsium dengan tingatan sangat bervariasi (Mulyono dan Wahyono, 2011). Antibiotik lain yang biasa digunakan masyarakat adalah AGP (additive growth promoters) yang berperan membantu menjaga nutrisi dari destruksi bakteri, membantu meningkatkan absorbsi nutrien karena membuat barier di dinding usus, menurunkan produksi toksin dari bakteri saluran pencernaan dan menurunkan kejadian infeksi saluran pencernaan subklinik, sehingga dapat memacu pertumbuhan dan mengefisiensikan konsumsi pakan. Namun, AGP yang digunakan dalam waktu lama akan menimbulkan efek resistensi pada bakteri patogen sasaran. Selain itu, antibiotik dapat menimbulkan dampak kesehatan bagi manusia yang mengkonsumsinya (Julendra et al., 2010). Penggunaan streptomycin, sulfadiazine dan tetracycline pada suplemen pakan terbukti menyebabkan resisten terhadap Escherichia coli (Khachatryan et al., 2006).
World Health Organization (WHO) menyarankan pada semua negara untuk mengembangkan bahan alami pengganti antibiotik. Beberapa bahan alami yang dapat digunakan sebagai antibiotik adalah tepung cacing tanah, benalu teh,  dan mengkudu (Julendra et al., 2010; Murwani, 2008).
Antibiotik di dalam tubuh ayam akan dimetabolisir dan diekskresi keluar tubuh, sehingga bila dilakukan penghentian pemberian antibiotik sebagai feed additive, maka kadar residu di dalam jaringan tubuh ayam diharapkan akan menurun. Pemakaian antibiotik dalam bidang peternakan perlu diperhatikan waktu hentinya pemberian antibiotik tersebut, yaitu jarak antara pemberian antibiotik terakhir sampai dengan produk ternak tersebut (daging, telur dan susu) boleh dikonsumsi manusia (Kusumaningsih et al., 1996).

Probiotik

            Probiotik berasal dari bahasa Latin yang artinya untuk hidup dan didefinisikan sebagai substrat mikroorganisme yang diberikan kepada ternak lewat pakan dan memberikan efe positif dengan cara memperbaiki keseimbangan alami di dalam saluran penceranaan. Probiotik juga mengandung komponen-komponen yang dibutuhkan ternak seperti vitamin dan enzim seta nanoligosakarida yang dapat meningatkan sistem kekebalan tubuh ternak (Dian et al., 2013). Salah satu alasan penggunaan probiotik pada ternak adalah untuk menstbilkan mikroflora pencernaan dan berkompetisi dengan bakteri patogen, maka strain probiotik yang digunakan harus mencapai usus dalam keadaan hidup dalam jumlah yang cukup. Berbagai jenis mikroorganisme yang digunakan sebagai probiotik diisolasi dari usus, mulut, dan kotoran ternak atau manusia. Pada saat ini, mikroorganisme yang banyak digunakan sebagai probiotik yaitu strain Lactobacillus, Bifidobacterium, Bacillus spp., Streptococcus, yeast dan Saccharomyces cereviseae. Mikroorganisme tersebut harus memiliki beberapa kriteria yaitu non-patogen, gram positif, strain yang spesifik, anti E. coli, tahan terhadap cairan empedu, hidup, melekat pada mukosa usus, dan minimal mengandung 3 x 1010 cfu/g (Pal et al., 2006; Salminen et al., 1996).
Persyaratan yang harus dimiliki probiotik antara lain adalah 1) merupakan flora normal usus yang non patogenik, dapat mempertahankan aktivitasnya pada kondisi lingkungan yang tinggi keasamannya yaitu lambung, dan pada konsentrasi garam yang tinggi di usus halus; 2) dapat tumbuh dan melakukan metabolisme dengan sangat cepat dan terdapat dalam jumlah yang tinggi; 3) mengkolonisasi bagian tertentu saluran pencernaan dimana diperlukan kemampuan untuk menempel pada permukaan epitelium; 4) dapat memproduksi secara efisien asam-asam organik dan kemungkinan mempunyai sifat antimikroba spesifik terhadap bakteri yang membahayakan dan 5) mudah untuk diproduksi, bertahan hidup pada skala besar dan dapat mempertahankan viabilitas selama penyimpanan (Haryati, 2010). Konsep tentang probiotik didasarkan pada terbentuknya kolonisasi mikroba yang menguntungkan yang masuk ke dalam saluran pencernaan, mencegah perkembangan bakteri patogen, netralisasi racun pada saluran pencernaan, mengatur aktivitas enzim bakteri tertentu dan menguatkan pengaruh substansi yang merangsang sintesis antibodi pada sistem kekebalan (Cruywagen et al., 1996).
Satu faktor utama dalam menyeleksi starter probiotik yang baik yaitu kemampuannya untuk bertahan dalam lingkungan asam pada prosuk akhir fermentasi secara in vitro dan kondisi buruk dalam saluran pencernaan atau in vivo. Ketahanan probiotik pada kondisi in vitro dapat dipengaruhi oleh pembentukan metabolit oleh starter seperti asam laktat, asam asetat, hidrogen peroksida dan bakteriosin (Saarela et al., 2000)

DAFTAR PUSTAKA

Cruywagen, C. W., I. Jordan and L. Venter. 1996. Effect of Lactobacillus acidophillus supplementation of milk replacer on preweaning of calves. J. Dairy Science. 79 : 483 – 386.
Dian, H., Hartutik dan Marjuki. 2013. Pengaruh Penambahan Probiotik dalam Pakan terhadap Konsumsi, Produksi Susu, dan Kadar Gula Darah pada Sapi Perah Peranakan Freisein Holstein (PFH) Laktasi. Universitas Brawijaya, Malang.
Haryanti, T., Suprijati K., dan Susana I. W. R. 2010. Senyawa Oligosakarida dari Bungkil Kedelai dan Ubi Jalar sebagai Prebiotik untuk Ternak. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010.
Jatmiko, N., E. Widodo dan O. Sofjan. 2014. Pengaruh Penambahan Jus Jahe Merah (Zingiber officinale var. Rubrum) sebagai Imbuhan Pakan dalam Pakan terhadap Kondisi Mikroflora Usus Halus Itik Pedaging Hibrida. Universitas Brawijaya, Malang.
Julendra, H., Zuprizal dan Supadmo. 2010. Penggunaan Tepung Cacing Tanah (Lumbricus rubellus) sebagao Aditif Pakan terhadap Penampilan Produksi Ayam Pedaging, Profil Darah, dan Kecernaan Protein. Buletin Peternakan Vol. 34 (1) : 21 – 29.
Kusumaningsih, A., T.B. Murdiati, S. Bahri. 1996. Pengetahuan Peternak tentang Waktu Henti Obat dan Hubungannya dengan Residu Antibiotika pada Susu. Media Kedokteran Hewan, FKH Universitas Airlangga, Surabaya. 12 : 260 – 267.
Mantovani, A., F. Maranghi, I. Purificato and A. Macri. 2006. Assessment of Feed Additives and Contaminants : An Essential Component of Food Safety. Ann Ist Super Santa 2006 Vol. 42, No. 4 : 427 – 432.
Mulyono, dan F. Wahyono. 2011. Pengaruh Oxytetracycline dan Berbagai Sumber Kalsium terhadap Produktivitas dan Kualitas Telur Puyuh. Laporan Penelitian Vol 15 No. 1, Juni 2011.
Murwani, R. 2008. Aditif Pakan : Aditif Alami Pengganti Antibiotika. Unnes Press, Semarang.
Murwani, R. 2010. Broiler Modern. CV. Widya Karya, Semarang.
Pal, A., L. Ray and P. Chattophadhyay. 2006. Purification and immobilization of an Aspergillus terreusxylanase: Use of continuous fluidized column reactor. Ind. J. Biotechnol. 5: 163 – 168.
Rahayu, I. dan C. Budiman. 2006. Pemanfaatan tanaman tradisional sebagai feed additive dalam upaya menciptakan budidaya ayam lokal ramah lingkungan. Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Pengembangan Ayam Lokal. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Hal. 126 – 131.
Saarela, M., G. Mogensen, R. Fonde, J. Matto and T. M. Sandholm. 2000. Probiotic bacteria : Safety, functional and technological properties. J. Biotechnol. 84 : 197 – 215.
Salminen, S., E. Isolaurui and E. Salminen. 1996. Clinical uses of probiotics for stabilizing the gut mucosal barrier. Successfull strains and future challenges. Antonie van Leeuwenhoek 70 : 347 – 358.
Sari, A.I., S.P. Syahlani dan F.T. Haryadi. 2009. Karakteristik kategori adopter dalam adopsi inovasi feed additive herbaluntuk ayam pedaging. Bul. Pet. 33 (3) : 196 – 203
Sinurat, A.P., T. Purwadaria, I.A.K. Bintang, P.P. Ketaren, N. Bermawie, M. Raharjo dan M. Rizal. 2009. Pemanfaatan kunyit dan temulawak sebagai imbuhan pakan untuk ayam broiler. JITV. 14 (2) : 90 – 96.
Suswita. 2012. Peningkatan Mutu Ransum Broiler dalam Bentuk Pellet Berbasis Apmas Kelapa dengan Enzim Manannase Thermostabil. Atikel Ilmiah Program Pascasarjana Universitas Andalas, Padang.
Thalib, A., Y. Widiawati, dan B. Haryanto. 2010. Penggunaan Complete Rumen Modifier (CRM) pada Ternak Domba yang Diberi Hijauan Pakan Berserat Tinggi. JITV 15 (2) : 97-104.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar