7 Juni 2013

Tentang Hidayah


Saya, sampai sekarang masih ada keinginan untuk tahu dan mengerti tentang mekanisme energi, dan semua yang terjadi di dalam tubuh makhluk hidup. Yang berasal dari apapun yang dimakan, dan menjadi energi untuk kemudian mampu menggerakkan semua anggota tubuh untuk lebih giat dan semangat bekerja. Meski sedikit rumit, mekanisme-mekanisme itu sangat lebih mudah dipelajari lewat buka-buka buku teks pelajaran biokimia, atau searching di google dan semacamnya.
Tapi, saya, sampai sekarang juga, masih sangat tidak mampu memahami bagaimana mekanisme hidayah bisa sampai ke telinga, mata, hidung, mulut manusia, lalu menjalar ke seluruh tubuh, bermuara di hati, dan tercermin pada perilaku. Mau dicari di manapun, ia tidak pernah ditemukan.
Ada saja. Ada saja yang tiba-tiba berubah setelah mendapat musibah. Ada saja yang butuh bertahun-tahun berubah setelah diberi nasehat bertubi-tubi. Ada saja yang tidak pernah tersentuh, meski segala apa yang ada di lingkungan amat sangat mendukung proses terjadinya pemasukan hidayah. Ada saja...
Maka saya terlalu jenuh untuk hanya memahami mekanisme terjadinya hidayah. Saya, jadi lebih senang menikmati adanya hidayah pada siapapun. Yang lalu serta-merta membentuk energi terbaik yang pernah ada dalam hidup. Merubah apapun yang buruk, menjadi sesuatu yang baik. Menjadikan senyum menghiasi muka yang kusut. Menjadikan bersih sebagai kebiasaan. Menjadikan hidup lebih hidup.
Ah, meski saya belajar banyak tentang metabolisme energi, protein, dan nutrisi lain, ternyata pengetahuan itu jauh lebih mudah dipahami (padahal susyah syekali memunculkan semangat belajarnya). Dibanding mereka, mekanisme hidayah sungguh rumit. Dan hanya Dia, memang hanya Dia yang tahu. Kita hanya bisa mempersilakan hidayah datang, dan merubah seluruh hidup kita.
*gara-gara sebuah fenomena : jilbab* -if you know what I mean-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar