17 April 2014

Posong dan Embung, Kledung



Selalu ada hal menarik yang dapat kita kenang dalam setiap perjalanan yang menyenangkan. Ahad pagi, 6 April 2014, saya bangun, shalat subuh, duduk sebentar dan bersiap untuk menjelajah lereng Sindoro lagi. Jika pekan lalu saya menjelajah Lereng Sindoro sebelah timur, kini saya menjelajah lereng sebelah selatan.
Pekan lalu, seperti yang sudah saya ceritakan, saya ke Situs Liyangan, Candi Pringapus dan Waduk Sengon yang ada di Kecamatan Ngadirejo Temanggung. Tapi pekan ini, saya sempatkan ke Gardu Pandang Posong dan Embung Kledung. Keduanya terletak di wilayah Kecamatan Kledung.
Selain memiliki tempat-tempat bersejarah, Temanggung juga memiliki wisata alam yang tidak kalah seru untuk dikunjungi. Dari gardu Pandang Posong, kita bisa melihat tujuh puncak gunung sekaligus. Mulai dari yang terdekat yaitu Sindoro, lalu Sumbing, lalu Merapi, Merbabu, Andong, Telomoyo dan Ungaran.
Berangkat sekitar pukul setengah enam, kami naik motor dari Campuranom, Bansari, rumah kami. Melintasi jalan desa Caturanom, kami melaju ke arah barat di jalan raya Temanggung-Wonosobo yang pagi itu masih sepi. Tujuan pertama kami adalah gardu pandang Posong yang terletak di Desa Tlahab Kecamatan Kledung. Petunjuk sederhananya, dari arah Temanggung melaju saja ke arah Wonosobo, terus sampai ketemu tikungan tenar ‘Sigandul’, maju lagi sedikit, di kiri jalan ada plang bertuliskan ‘POSONG’ dan anak panah ke kanan, lalu di kanan jalan ada gapura masuk ke Posong yang dibangun dengan baik. Masuk gapura tersebut, adalah jalanan paving (dari sini saya mengira akan terus jalan paving sampai Posong, ternyata hanya seratusan meter :D), selepas itu, jalanan batu a la lereng Sindoro pada umumnya. Dan Anda perlu tahu bahwa bensin saya menipis. Buahahaha. Ya! Pesan pertama saya adalah, jangan lupa isi penuh bensin Anda karena dari gapura masuk, jalan ke Posong masih jauh dengan trek turun naaaiiiik (berarti banyak naiknya), dan di atas tidak ada penjual bensin. Konyol.
Melintasi areal ladang milik warga, kami disuguhi pemandangan yang biasa. Oops,, maksud saya, ya, biasanya ladang di pegunungan ya begitu. Sayuran, ditumpangsarikan dengan sayuran lain, dan ada juga selang-seling tanaman kopi, di pinggirnya pohon cemara. (tapi untuk orang yang belum pernah melihat ladang di pegunungan, hal ini pasti menarik).
Sampai di areal Posong, yang jaraknya sekita 2-3 km dari gapura, kami disambut oleh bapak penjaga yang mengarahkan kami ke tempat parkir. Lalu kami berjalan ke atas, ada lima gazebo yang dibangun dengan ukuran bermacam, ada satu bangunan mushola, ada sekretariat, ada toilet, dan dua warung kopi. Ah, ada lagi satu bangunan yang juga toilet sekaligus semacam rest area yang belum selesai dibangun. Di kanan kiri gardu adalah lahan milik warga. Yang ketika saya kunjungi, masih berupa tanah bekas tanaman sayuran. Ada tomat, kubis, kol, dan sayuran lain. Ada beberapa yang sudah mulai ditanami tembakau. Ya, sebentar lagi musim tanam tembakau, jika beberapa saat lagi Anda ke Posong, saya pastikan banyak tanaman tembakau di sini. Berbahagialah! :D.




Sambil berjalan, beriringan dengan kami adalah ibu-ibu penjual kopi yang dengan ramah akan menawari
“Kopi, kopi mbak..”
“Oiya Bu..”
“Ini menunya kalau mau lihat-lihat dulu”
Dan kami memesan beberapa. Menu minumannya adalah kopi hitam, kopi susu, susu jahe, dan lain-lain. Sedangkan menu makanannya adalah gorengan seribuan, pop mie, dan apa lagi saya lupa. Haha!.
Tujuan kami ke Posong adalah melihat pemandangan a la gunung (padahal kami juga anak lereng, tapi masih saja kagum dengan gunung). Namun sayang, pagi ini, kabut tebal masih menyelimuti semua puncak! Jadi saya dan dua saudara saya yang ikut ke Posong, hanya bisa melongo, dan makan gorengan, tentu :D.

Lama kami berbincang, kami memutuskan untuk turun melanjutkan perjalanan. Namun beruntung, kabut yang menyelimuti Sindoro, mau tersibak beberapa saat. Dan kami sempat mengabadikannya. Setelah itu, kabut menutupinya kembali. Alam memang ajaib.

Selesai memotret puncak Sindoro, kami bergegas turun ke parkiran dan siap melanjutkan perjalanan ke Embung. Kami sempat berbincang,
“Memang gak ada tarif masuk ya?”
“Lha nyatanya dari tadi emang gak ada tuh..”
“Ya wes, yuk balik”.
Siap-siap naik motor, memakai helm. Dan.
“Mbak, karcis masuk sama parkir, mbak” mas-mas penjaga menyapa kami yang belum beranjak menyalakan mesin motor, dengan logat khas Tlahab (kalo ngucap ini pake qolqolah kubro ya! :D).
“Wee.. berapa mas?” kakak saya yang terkejut menimpali dengan logat Bansari.
“Satu orang dua ribu sama parkirnya seribu”
“Oke.. Lho mas, gak pas masuk tadi to ditarikinnya?”
“Belum diresmikan mbak, baru nanti mau dibangunkan poskonya” kalau tidak salah masnya tadi bilang begitu. :D.
Oke, cukup murah untuk pemandangan yang dijanjikan di Posong. Semoga tidak bertambah mahal kalau nanti makin laris, ya!.
Kami menuruni jalanan batu kembali, dengan bensin yang tersisa, kami ambil arah Wonosobo lagi untuk ke Embung. Sebelum sampai Embung, ada pom bensin di sebelah kanan jalan. Kami menyempatkan mengisinya di sana.
Sudah, mari lanjutkan cerita. Arah ke Embung tidak seperti Posong yang sudah ada petunjuknya. Beruntungnya saudara saya sudah tahu, jadi saya hanya mengikut dari belakang. Ancer-ancer arah Embung adalah, setelah pom bensin, masih di kanan jalan, maju beberapa meter ada kantor Kecamatan Kledung, lalu ada areal ladang dan pemakaman, sebelum pemakaman ada jalan batu, masuk ke sana, ikuti saja jalan batu tersebut, ambil arah kanan, naik sedikit, sampailah di Embung Kledung.


Embung Kledung adalah tampungan air yang sengaja dibangun oleh pemerintah. Gunanya adalah untuk menampung air hujan yang dapat digunakan untuk mengairi ladang warga saat musim kemarau tiba. Berukuran seluas 10.000 m2 dengan dalam 3,5 m, embung ini sangat berguna bagi warga sekitar saat musim kemarau. 
Sayangnya, sekitar embung masih sedikit kurang terawat karena sangat banyak coretan tipe-ex peninggalan para pengunjung dan juga banyak sampah plastik bertaburan. 


1 komentar: