Saya, sampai
sekarang masih ada keinginan untuk tahu dan mengerti tentang mekanisme energi,
dan semua yang terjadi di dalam tubuh makhluk hidup. Yang berasal dari apapun
yang dimakan, dan menjadi energi untuk kemudian mampu menggerakkan semua anggota
tubuh untuk lebih giat dan semangat bekerja. Meski sedikit rumit,
mekanisme-mekanisme itu sangat lebih mudah dipelajari lewat buka-buka buku teks
pelajaran biokimia, atau searching di google dan semacamnya.
Tapi, saya,
sampai sekarang juga, masih sangat tidak mampu memahami bagaimana mekanisme
hidayah bisa sampai ke telinga, mata, hidung, mulut manusia, lalu menjalar ke
seluruh tubuh, bermuara di hati, dan tercermin pada perilaku. Mau dicari di
manapun, ia tidak pernah ditemukan.
Ada saja. Ada saja
yang tiba-tiba berubah setelah mendapat musibah. Ada saja yang butuh bertahun-tahun
berubah setelah diberi nasehat bertubi-tubi. Ada saja yang tidak pernah
tersentuh, meski segala apa yang ada di lingkungan amat sangat mendukung proses
terjadinya pemasukan hidayah. Ada saja...
Maka saya
terlalu jenuh untuk hanya memahami mekanisme terjadinya hidayah. Saya, jadi
lebih senang menikmati adanya hidayah pada siapapun. Yang lalu serta-merta
membentuk energi terbaik yang pernah ada dalam hidup. Merubah apapun yang buruk,
menjadi sesuatu yang baik. Menjadikan senyum menghiasi muka yang kusut. Menjadikan
bersih sebagai kebiasaan. Menjadikan hidup lebih hidup.
Ah, meski saya
belajar banyak tentang metabolisme energi, protein, dan nutrisi lain, ternyata
pengetahuan itu jauh lebih mudah dipahami (padahal susyah syekali memunculkan
semangat belajarnya). Dibanding mereka, mekanisme hidayah sungguh rumit. Dan hanya
Dia, memang hanya Dia yang tahu. Kita hanya bisa mempersilakan hidayah datang,
dan merubah seluruh hidup kita.
*gara-gara
sebuah fenomena : jilbab* -if you know what I mean-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar