“...Kata
kuncinya adalah kontribusi. Sejauh mana kontribusi kita bagi dunia. Saya berpikir,
kalau di dunia saja kita tidak menghasilkan apa-apa, bagaimana kita bisa
menghadapi akhirat? Mereka yang bernilai di dunia saja hisabnya berat,
bagaimana dengan yang tak punya apa-apa? Dunia ini lahan bagi kita untuk
bekerja. Saya sering berseloroh ke teman-teman, setelah kita meninggal, yang
tersisa kan tiga, amal jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak sholeh...”
“...Saya tak
mau, pekerjaan saya tak ada hubungannya dengan masa depan. Masa depan adalah
akhirat itu sendiri. Orang Jepang yang bekerja hanya untuk masa tua saja pulang
jam 9 malam. Kita yang punya akhirat, kerja kok jam 4 pulang. Pernah ada yang
komentar, buat apa sih kerja kok sampai malam-malam begitu? Saya bilang, kalau
ini kerja dunia, jam 2 sudah saya tinggal. Para peneliti harus selalu ingat
perintah pertama dalam Al Qur’an itu iqra. Itu perintah utama dan pertama. Meneliti
kan iqra, jika diniati ibadah. Saya pulang jam 12 aja bingung, kok pekerjaan
gak selesai-selesai. Apalagi kalau santai, main game..”
“...Istri saya
minta pulang jam 4. Setiap subuh kami sekeluarga berjamaah di masjid, terus
ngaji bareng, satu halaman tiap orang, kemudian dilanjutkan dengan diskusi. Itu
saja pertemuan rutin dengan anak-anak. Bagi saya, yang penting bukan durasi,
tapi kualitas. Tapi kalau Sabtu-Minggu, kalau tidak ada acara, kita kadang juga
pergi keluar..”
Dr. Nurul
Taufiqu Rochman, M.Eng
(Tarbawi Edisi 255 Th.13, Sya’ban 1432 H, 14 Juli 2011)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar