Pendahuluan
Produktifitas
ternak ruminansia sangat bergantung pada ketersediaan pakan yang berkualitas.
Beberapa penelitian telah mengemukakan bahwa pakan berkualitas baik akan
meningkatkan efisiensi penggunaan pakan, meminimalisir terbuangnya energi dari
proses pencernaan dan metabolisme, yang pada akhirnya akan meningkatkan
produktifitas pada ternak ruminansia terutama berupa produksi daging dan susu. Pada
penerapannya, suatu pakan dikatakan berkualitas apabila telah melalui proses
evaluasi meliputi tingkat kecernaan dan penggunaan dalam tubuh ternak. evaluasi
tersebut dapat dilakukan secara langsung pada ternak melalui teknik in vivo maupun
melalui teknik skala laboratorium yaitu melalui teknik in vitro. Teknik in vivo
membutuhkan waktu, tenaga kerja, biaya dan volume sampel yang lebih banyak,
sedangkan teknik in vitro dapat dilakukan secara lebih efisien dengan tingkat
akurasi yang cukup tinggi untuk mengevaluasi pakan. Menke et al. (1979) dalam
Kurniawati (2007) menyebutkan bahwa terdapat korelasi yang nyata antara produksi
gas secara in vitro dengan produksi gas secara in vivo.
Perkembangan Teknik In Vitro
Teknik
in vitro telah banyak dikembangkan sejak tahun 1950 melalui simulasi sistem
yang ada di dalam rumen baik dari sistem yang sederhana (batch culture) maupun sistemn yang lebih kompleks (continuous culture). Kelebihan teknik in
vitro dibandingkan dengan teknik in vivo adalah 1) lebih efektif, efisien dan
mudah; 2) biaya dan waktu yang dibutuhkan lebih sedikit; 3) memungkinkan untuk
mengontrol kondisi fermentasi sesuai dengan kebutuhan; 4) membutuhkan volume
sampel yang sedikit serta sangat sesuai untuk mengevaluasi pakan yang beragam;
5) tenaga kerja yang dibutuhkan sedikit; dan 6) mudah untuk diulang (Kurniawati,
2007). Penerapan teknik in vitro dalam mengevaluasi pakan meliputi analisis
kecernaan pakan dan produksi gas. Perkembangan analisis kecernaan pakan dimulai
dari metode Tilley dan Teery, analisis selulosa, Rusitec, serta DAISY apparatus.
Sementara beberapa analisis produksi gas secara in vitro yang digunakan adalah
metode Menke dan metode Theodoru (Wood et al., 1997)
Teknik In Vitro untuk Mengestimasi
Kecernaan Pakan
1.
Metode
Dua Tahap Tilley dan Terry
Teknik in vitro yang paling banyak
digunakan untuk mengevaluasi pakan adalah seperti yang dijelaskan Tilley dan
Terry yang berdasarkan pada inkubasi sampel pakan dengan cairan rumen
dilanjutkan dengan pepsin. Dalam perkembangannya, metode ini banyak
dimodifikasi untuk lebih dapat mengevaluasi pakan secara lebih akurat. Beberapa
modifikasi yang dilakukan antara lain untuk menganalisis bahan pakan sumber
karbohidrat pat, dan penerapan larutan buffer yang berbeda untuk cairan rumen
agar menyesuaikan dengan pH inokulum (Mabjeesh et al., 2000).
2.
Metode
Kecernaan Selulase Netral (NCD-Neutral Celullase Digestibility)
Berdasarkan
pada harga dan tidak diinginkan adanya ternak yang difistula, serta aktivitas
cairan rumen yang bervariasi, penelitian dialihkan pada pengembangan enxim
pencernaan murni. Selulase komersial banyak digunakan untuk meniru aksi mikroba
rumen dalam mendegradasi serat. Metode ini dapat digunakan untuk memprediksi
Energi Metabolis (EM) pakan konsentrat dengan kesalahan residu yang sangat
rendah. Namun, prediki kecernaan in vivo pada periode ini kurang akurat dibandingkan
pada metode Tilley dan Terry.
3.
Rusitec
Czerkawski dan Breckenridge (1977)
mendeskripsikan sebuah metode untuk simulasi fermentasi rumen dalam jangka
panjang. Metode ini menggambarkan penelitian mendetail pada dinamika jangka
panjang fermentasi rumen untuk dilakukan. Akan tetapi, metode ini membutuhkan
peralatan dan tenaga kerja yang banyak sehingga terbatas hanya digunakan untuk
penelitian mendetail, dibandingkan dengan evaluasi pakan rutin.
4.
DAISY
apparatus
Metode ini merupakan pengembangan dari
metode Tilley dan Terry. Menurut Mabjeesh et al (2000), prosedur dalam metode
dua tahap oleh Tilley dan Terry membutuhkan waktu dan tenaga kerja yang lebih
banyak karena inkubasi yang dilakukan harus terpisah untuk beberapa bahan
pakan. Metode DAISY memungkinkan adanya inkubasi serempak untuk bahan pakan
yang berbeda dengan menggunakan kantong polyester pada saluran inkubasi yang
sama. Dengan metode ini, bahan yang hilang dari kantong selama inkubasi
dipertimbangkan sebagai bahan tercerna. Hasil penelitian Mabjeesh et al (2000)
menyatakan bahwa metode DAISY memiliki potensi yang baik untuk memprediksi
kecernaan beberapa bahan pakan, metode ini lebih mudah dan memerlukan waktu
yang lebih singkat dibandingkan dengan metode Tilley dan Terry.
Teknik In Vitro untuk Mengevaluasi
Produksi Gas
Selain
dari kecernaan pakan, evaluasi pakan dapat dilihat dari produksi gas di dalam
saluran cerna terutama rumen. Hal tersebut karena produksi gas merupakan
indikator degradasi pakan dalam rumen. Produk utama dari fermentasi karbohidrat
oleh mikroba rumen adalah VFA (asam
asetat, propionat, dan butirat), gas karbon dioksida dan gas metan serta
biomassa mikroba. Fermentasi komponen karbohidrat tersebut nantinya
mencerminkan seberapa besar gas yang dibuang, makin produksi banyak gas buang
berupa metan, maka pakan yang diberikan makin rendah dari segi kualitas.
Beberapa evaluasi produksi gas adalah sebagai berikut
1.
Metode
Menke
Menke et al pertama kali menjelaskan
mengenai metode dimana perkembangan gas selama fermentasi oleh mikroba rumen
dikumpulkan dan digunakan sebagai ukuran kelebihan fermentasi. Metode yang
sekarang banyak digunakan untuk mengukur produksi gas adalah menurut Menke dan
Steingass (1988) yang menggunakan metode inkubasi pakan sebanyak 200 gram pada
cairan rumen untuk proses fermentasi tertutup anaerob pada suhu tetap 39oC
selama 48 jam menggunakan syringe. Beberapa
modifikasi dilakukan untuk mengembangkan metode Menke, salah satunya dilakukan
dengan menggunakan interval waktu 72 jam inkubasi dan juga menambahkan
trypticase sebagai suplementasi sumber nitrogen.
2.
Metode
Theodorou
Metode ini menjelaskan produksi gas menggunakan
tekanan tranducer. Secara prinsip,
metode ini sama dengan metode Menke, perbedaan utamanya adalah jika metode
Menke menggunakan syringe, metode ini
menggunakan botol dengan tutup karet. Inkubasi dilakukan dalam cairan rumen
yang segar, kaya nitrogen serta menggunaan medium buffer bikarbonat sebagai
sumber inokulum. Inkubasi dilakukan dalam botol serum dengan tutup karet pada
suhu 39oC selama 48 jam (Wood et al, 1997; Kurniawati, 2007)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar