Cereal Grains
Grains atau bijian
merupakan biji yang dapat dimakan dari jenis rumput yang spesifik dan termasuk
ke dalam famili Poaceae atau masuk ke
dalam famili Gramineae. Beberapa
contoh bijian dalam famili Poaceae adalah gandum, oat, padi, jagung, barley,
sorghum dan millet (Grains
and Legumes Nutrition Council, 2014). Biji-bijian merupakan pensuplai
energi pada ternak dan sebagian besar energi yang dapat dicerna dari adalah
pati. Bijian umumnya mengandung air, karbohidrat, protein termasuk enzim,
lemak, mineral dan vitamin. Kandungan nutrien tersebut menyebabkan bijian
sebagai bahan pakan yang mudah tercemari terutama cendawan (Ahmad, 2009).
Karakteristik nutrisi yang umum pada bijian adalah kandungan energi yang
tinggi, kandungan serat dan protein yang rendah, kandungan kalsium yang juga
rendah. Bentuk energi yang dapat diperoleh dari bijian adalah dalam bentuk
lemak, pati dan gula (Ishler et al., 1994). Hasil penelitian Sitompul (1997)
menunjukkan bahwa kandungan asam amino dan protein kasar pada biji-bijian
relatif lebih rendah dibandingkan pada kacang-kacangan. Oleh karena itu dalam
ransum unggas, biji-bijian tidak dipergunakan sebagai sumber protein melainkan
sebagai sumber energi.
Metode
pengolahan bijian berpengaruh pada laju dan perluasan kecernaan dalam rumen.
Bijian yang digiling dengan baik, memiliki tingkat kecernaan yang tinggi karena
luas permukaannya lebih besar sehingga bakteri rumen dapat lebih banyak
mendegradasikannya. Pati dalam bijian dengan kandungan air tinggi akan mudah
difermentasikan di dalam rumen dibanding dengan pati dalam bijian kering.
Selain itu, bijian yang telah mengalami proses pemanasan seperti pengukusan,
akan memudahkan pati dalam bijian mudah dicerna. Hal tersebut dikarenakan
proses pemanasan membentuk gelatinisasi pada pati yang meningkatkan
fermentabilitas dalam rumen (Ishler, 1994).
Menurut
Fahrenholz (1996), biji-bijian dapat diolah dengan beberapa cara untuk
memudahkan pencernaan oleh ternak, beberapa upaya pengolahan yang dapat
dilakukan adalah :
1. Grinding (penggilingan) baik menggunakan hammer mill maupun roller mill;
2. Pengeringan,
yang dapat dilakukan dengan micronizing
yaitu pemanasan menggunakan pemanas infra merah pada suhu 300oF
selama 25 sampai 50 detik; popping yang
diperoleh dengan pemanasan yang cepat menggunakan suhu 700 – 800oF
dimana bijian menjadi mengembang karena terjadi gelatinisasi yang memudahkan
pencernaan oleh enzim maupun organisme; roasting
atau pemanggangan dengan cara melewatkan bijian pada tabung di atas api dengan
temperatur sekitar 250 – 300oF.
3. Pemanasan,
dengan menggunakan metode steam flaking
dengan menggunakan tekanan atmosfer tertentu selama 15 sampai 30 menit, suhu
yang dicapai sekitar 200 – 210oF dengan kandungan air sekitar 17 –
18%; pelleting dengan menguapkan
bijian pada ruangan conditioning sehingga mencapai suhu dan kandungan air
tertentu; extrusion dengan prinsip
untuk mencapai gelatinisasi bijian dengan waktu yang cepat dan suhu yang tinggi
Concentrate
Konsentrat adalah pakan yang mengandung
kepadatan nutrien yang tinggi, biasanya memiliki kandungan serat kasar yang
rendah (kurang dari 18% BK) dan memiliki TDN yang tinggi. Kegunaan utama pakan
konsentrat adalah untuk menyediakan nutrien yang dibutuhkan pada produksi
ternak. Nutrien tersebut tidak hanya makro-nutrien yang mengandung energi dan
protein, tetapi juga nutrien spesifik yang penting seperti asam amino, asam
lemak, enzim, vitamin, mineral dan lainnya (FAO, 1983). Bahan penyusun
konsentrat dapat dibagi ke dalam tiga kelompok dasar yaitu biji-bijian
serealia, sumber protein, dan pakan hasil limbah (Ishler, et al., 1994).
Konsentrat terdiri atas biji-bjian dan limbah hasil proses industri bahan
pangan seperti jagung giling, tepung kedelai, menir, dedak, bekatul, bungkil
kelapa, tetes dan umbi (Akoso, 1996).
Peranan konsentrat adalah untuk
meningkatkan nilai nutrien yang rendah agar memenuhi kebutuhan normal ternak
untuk tumbuh dan berkembang secara sehat (Akoso, 1996). Tujuan dari pemberian
konsentrat pada sapi potong adalah agar sapi dapat cepat dijual, untuk memenuhi
permintaan tertentu terhadap kualitas karkas sebagai hasil penggemukan
(Parakkasi, 1999).
Sebagian besar sistem produksi ternak
yang menggunakan konsentrat adalah sapi perah, sapi potong, babi, ayam
pedaging, dan petelur. Produksi unggas seperti itik, angsa, dan kalkun
menggunakan pakan konsentrat. Selain itu, beberapa peternakan intensif yang
diterapkan pada kambing dan domba di beberapa negara Eropa, Amerika dan Afrika juga
menggunakan konsentrat sebagai bahan pakan peternakan kerbau di Italia dan Asia
juga menggunakan konsentrat meski dalam jumlah yang relatif sedikit. Industri
perikanan, terutama udang, juga merupakan pengguna konsentrat (FAO, 1983).
Baik ternak monogastrik maupun ruminan
diberi pakan berupa konsentrat. Ternak monogastrik memiliki kapasitas yang
terbatas untuk mencerna serat dan oleh karena itu dibutuhkan pakan dengan
kepadatan nutrien yang tinggi dengan proporsi pakan konsentrat yang tinggi dan
komposisi pakan hijauan yang rendah, terutama bagi ternak unggas dan babi. Sistem
produksi ruminan juga menggunakan pakan konsentrat. Pada sistem intensif, konsentrat
memiliki porsi yang tinggi pada pakan, sekitar 30% untuk sapi perah dan 70% untuk
sapi penggemukan (FAO, 1983).
Pemberian konsentrat yang tinggi dalam
pakan ruminansia menyebabkan fermentabilitas bahan pakan dalam rumen meningkat.
Konsentrat mengandung lebih banyak karbohidrat yang mudah difermentasi dalam
rumen sehingga proporsi asam propionat tinggi dan kandungan glukosa darah
tinggi (Tillman et al., 1998; Murray et al., 2003).
Mutu konsentrat didasarkan atas
kandungan zat gizi dan ada tidaknya zat atau bahan lain yang tidak diinginkan. Persyaratan
mutu meliputi kandungan zat gizi, batas toleransi kandungan aflatoksin, logam
berat, kandungan bahan imbuhan dan bahan berbahaya lainnya. Batas maksimum
kandungan logam dalam konsentrat meliputi Hg 2 mg/kg; Pb 30 mg/kg; Cu 100
mg/kg; As 50 mg/kg; Cd 0,5 mg/kg dan Al 1000 mg/kg. Kandungan imbuhan dan bahan
berbahaya dalam konsentrat seperti aflatoksin, insektisida, pestisida,
formalin, hormon, dan antibiotik harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku (BSN,
2009).
Complete Feed
Complete feed atau pakan komplit
adalah pakan yang cukup tinggi gizinya untuk hewan tertentu dalam tingkat
fisiologi, dibentuk atau dicampur untuk diberikan sebagai satu-satunya makanan
dan memenuhi kebutuhan hidup pokok atau produksi, atau keduanya tanpa tambahan
bahan atau substansi lain kecuali air (Hartadi et al., 2005). Menurut Syamsu et
al. (2003), pakan komplit adalah campuran bahan pakan termasuk hijauan sumber
serat kasar dengan proporsi yang seimbang yang diolah dan dicampur menjadi
campuran yang seragam dengan kandungan nutrien yang sesuai dengan kebutuhan
ternak. Teknik pembuatan pakan dimana hijauan dan konsentrat atau limbah
pertanian, perkebunan atau agondustri dicampur menjadi homogen melalui proses
pengolahan dengan perlakuan fisik, kimiawi dan atau biologis serta suplementasi
dengan teknik hidrolisis, fermentasi dan amoniasi untuk produksi pakan
ruminansia merupakan pengembangan teknologi complete
feed (Verma et al., 1998; Mathius, 2008).
Berikut merupakan contoh dari pakan
komplit :
1.
Pakan
komplit (complete feed) untuk domba
misalnya dibuat dari lombah pertanian seperti kulit kacang, tumpi jagung,
jerami kedelai, tetes tebum kulit kakao, kulit kopi, ampas tebu, pucuk tebu,
tongkol jagung, bungkil biji kapuk, dedak padi, onggok kering, dan bungkil
kopra yang diformulasikan sedemikian rupa sehingga semua nutrisi kebutuhan
ternak domba dapat terpenuhi (Mahaputra, 2003).
2.
Komposisi
pakan komplit untuk sapi terdiri atas jerami padi fermentasi, corn gluten feed, singkong, dedak padi,
bungkil biji kapuk, tepung kulit kopi, minyak sawit, bungkil kelapa, urea, mineral mix dan garam NaCl yang
diformulasikan sedemikian rupa sehingga mencapai persentase 100% dengan
memperhatikan kandungan nutrien seperti bahan kering, protein kasar, serat
kasar, lemak kasar, abu dan TDN (Sunarso et al., 2011).
3.
Complete feed amofer untuk
domba terdiri atas pelepah sawit, daun sawit, tandan sawit kosong serta perasan
buah sawit yang masing-masing telah mengalami amofer (amoniasi fermentasi),
lumpur sawit, bungkil sawit, legum, jagung, dedak, onggok, molases, urea, mineral mix serta garam (Mayulu et al.,
2012).
Beberapa
penelitian mengenai pemberian complete
feed pada beberapa ternak telah dilakukan. Formula complete feed dengan teknologi amofer dapat meningkatkan efisiensi
pakan, konversi pakan, meningkatkan bobot badan juga produktivitas ternak. Complete feed amofer berbasis limbah
perkebunan sawit tidak menyebabkan gangguan hematologis pada domba, sehingga
pemberian complete feed tersebut
cenderung aman dengan tetap memperhatikan komposisi bahan pakan dan nutriennya
(Sunarso, 2003; Mayulu et al., 2008; Mayulu et al., 2012). Pemeliharaan domba
menggunakan complete feed cukup
menguntungkan dari segi biaya, tenaga dan waktu (Mahaputra et al,. 2003).
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, R. Z. 2009. Cemaran Kapang pada
Pakan dan Pengendaliannya. Jurnal Litbang Pertanian 28 (1) : 15 – 22.
Akoso, B. T. 1996. Kesehatan Sapi.
Kanisius, Yogyakarta.
BSN. 2009. Pakan Konsentrat – Bagian 2 :
Sapi Potong. SNI 3148.2 : 2009. Badan Standardisasi Nasional.
Fahrenholz, C. 1996. Cereal Grains and
By-Products : What’s in Them and Ho Are They Processed?. SmithKline Beecham,
Pennsylvania.
FAO. 1983. The use of concentrate feeds
in livestock production systems. http://www.fao.org/ag/againfo/programmes/en/lead/toolbox/Refer/fcrpsec1.pdf.
Grains and Legumes
Nutrition Council. 2014. Types of Grain. www.glnc.org.au/grains/types-of-grains
Hartadi, H., S. Reksohadiprodjo dan A.
D. Tillman. 2005. Tabel Komposisi Pakan unruk Indonesia. Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta.
Ishler, V.A., R.S. Adams, A.J. Heinrichs
and G.A. Varga. 1994. Concentrates for dairy cattle. College of Agricultural
Sciences, Cooperative Extension : Pennsylvania State University.
Mahaputra, S., P. Kurniadhi, Rokhman,
dan Kadiran. 2003. Analisis Biaya Pemeliharaan Domba dengan Complete Feed. Buletin Teknik Pertanian
Vol. 8 Nomor 2 : 47 – 48.
Mathius, I. W. 2008. Pengembangan Sapi
Potong Berbasis Industri Kelapa Sawit. Pengembangan Inovasi Pertanian 1 (3) :
206 – 24.
Mayulu, H., B. Suryanti, M.
Christiyanto, F.I. Ballo dan Refa’i. 2008. Kelayakan Penggunaan Complete Feed
Berbasis Jerami Padi Amofer pada Peternakan Sapi Potong. Jurnal Pengembangan
Peternakan Tropis 34 (1) : 74 – 79.
Mayulu, H., Sunarso, C.I. Sutrisno, dan
Sumarsono. 2012. Profil Darah Domba Setelah Pemberian CF Amofer. JITP Vol. 2
No. 1 : 10 – 19.
Murray, R. K., D.K. Granner, P.A. Mayes
dan V.W. Rodwell. 2003. Biokimia Harper. Edisi 25. Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan
Makanan Ternak Ruminan. UI Press, Jakarta.
Sitompul, S. 1997. Komposisi Asam-asam
Amino dari Biji-bijian dan Kacang-kacangan. Lokakarya Fungsional Non Peneliti
1997. Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor.
Sunarso, L.K. Nuswantara, A. Setiadi,
and Budiyono. 2011. Performance of Beef Cattle Fed by Complete Feed.
International Journal of Engineering and Technology IJET-IJENS Vol 11 No. 01 :
260 – 263.
Sunarso. 2003. Pakan Ruminansia dalam
Sistem Integrasi Ternak-Pertanian (Pidato Pegukuhan Guru Besar Universitas
Diponegoro tanggal 10 September 2003). Badan Penerbit Universitas Diponegoro,
Semarang.
Syamsu, J. A., L. A. Sofyan, K. Mudikdjo
dan E.G. Sa’id. 2003. Daya dukung limbah pertanian sebagai sumber pakan ternak
ruminansia di Indonesia. Wartazoa 13 : 30 – 70.
Tillman, A.D., H. Hartadi, S.
Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo dan S. Lebdosoekojo. 1998. Ilmu Makanan
Ternak Dasar. Cetakan V, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Verma, A.K., U.R. Mehra, R.S. Dass and
A. Singh. 1996. Nutrient utilization by Murrah buffaloes (Bubalus bubalis) from compressed complete feed blocks. Animal Feed
Science Technology 59 : 255 – 263.