Hari ini,
seperti hari-hari sebelumnya setelah menikmati liburan di rumah, saya kembali
ke Semarang untuk meneruskan perjuangan =).
Tapi yang
menjadi beda adalah, jika biasanya saya naik bis atau naik motor, kali ini saya
naik shuttle.. satu shuttle berisi 17 orang..
Saya sengaja
naik shuttle karena sekalian berangkat membarengi kakak saya yang bekerja di
kota sebelah, dan hari itu, kami mendapat jatah kursi paling belakang,
sementara depan sudah penuh..
Seperti angkutan
pada umumnya, shuttle bukan angkutan pribadi, jadi isinya juga umum,
bermacam-macam manusia, yang waktu itu adalah dari arah Purwokerto (Banyumasan)
yang menuju ke Semarang.
Ada 6 baris
bangku, baris pertama sopir dan dua penumpang, sepertinya pasangan suami istri,
lalu di baris kedua, ada dua suster dan satu laki-laki, baris ke tiga ada 3
orang keluarga, baris ke empat ada tiga mahasiswi, baris ke lima ada satu ibu
dan dua perempuan muda, baris ke enam ada saya, kakak saya dan satu
bapak-bapak..
Perjalanan kami
biasa, (karena cerita yang akan saya tuliskan selanjutnya juga sangat biasa)..
rute yang kami lewati tidak seperti bis pada umumnya, karena mayoritas
penumpang turun di Semarang, dan kami melewati Temanggung, Kaloran, Bandungan,
lalu terus menuju Ungaran..
Sempat ada
kejadian shuttle yang saya tumpangi hampir menabrak pengendara sepeda motor
(yang dikendarai seorang perempuan muda berboncengan dengan teman perempuannya,
tanpa mengenakan helm dan hanya berkaos serta menggunakan hot pants, setelah
shuttle berlalu, kedua mbak-mbak itu malah ketawa ketiwi.. entah sadar atau
tidak bahwa maut hampir saja mengoyak hot pants mereka -_-)
Yang membuat
saya tertarik selama perjalanan itu adalah, dua orang suster yang ada di bangku
baris ke dua.. (Karena selama perjalanan saya tertidur, maka saya baru sempat
memperhatikan mereka dan mendengar mereka ketika ada penumpang yang turun)
Dengan ramahnya,
dua suster itu menyalami penumpang di baris ke tiga (yang sepertinya sudah
saling kenal),,,
Suster 1 : “Ya
sudah, hati-hati yaa..”
Ibu X : “Iya suster,
makasih ya sudah didampingi...”
Suster 2 :
“He’e..jangan lupa dipakai itunya..ya (sambil mengisyaratkan memakai
‘kerudung’)”
Ibu X : “Iya
suster, saya duluan yaa.. (sambil menyematkan kain hitam ke kepalanya)”
Suster 2 : “Ya,
hati-hati yaa.. (sambil menyalami ketiga orang yang satu rombongan dengan ibu X
dan melambaikan tangan)”
Ibu X, bapak X,
mbak X : (posisi sudah turun, sambil melambaikan tangan ke arah suster) “Pak,
masih ada barang-barang di bagasi..”
Sopir shuttle :
“Oh, iya Bu,,,(membuka pintu bagasi)..”
Bapak X :
“Merah, Biru, gulungan kertas Pak (sambil menunjuk tas dan barang lain di
bagasi)”
Ibu X : “Sudah
pak, terimakasih banyak ya Pak...”
Yap, begitu
saja,,,
Lalu, apa?
Yang menjadi
sorotan saya, selalu,
Rombongan tadi
memiliki paras keturunan Tionghoa, saya bisa memastikan kalau mereka nasrani,,
hal ini berdasar pada keakraban mereka dengan para suster tadi...
Bukan apa-apa,
hanya mengagumi keramahan mereka satu sama lain, entah dengan suster-suster
atau dengan sopir shuttle..
Dan memang, keramahan
adalah bahasa universal.. meski mereka sama sekali tidak menyapa saya (karena
memang bangkunya berjauhan, dan siapa saya??)..
Dan saya
percaya, mereka yang merasakan kehadiran “Sang Pencipta” dalam hidupnya, akan
mengekspresikan kecintaannya kepada sesama, minimal dengan bersikap ramah,
murah senyum, dan penuh kasih..
Lalu setelah
mereka turun, saya turun di patung kuda, jalan masuk ke kampus UNDIP, dan pintu
shuttle harus mengorbankan salah satu penumpangnya untuk naik turun membukakan
pintu bagi penumpang lainnya untuk turun, saya termasuk yang memakan korban
:P..
Penumpang baris
keempat di pojok pintu harus membukakan pintu dan turun dulu sebelum saya
turun..
Dan saya sempat
bercakap dengan ibu di depan saya yang belum turun, dia menanyakan agen shuttle
untuk tempatnya turun,,,lalu saya jawab sambil saya pamit untuk lebih dulu
turun..
Ketika itu saya
agak kerepotan untuk turun dari shuttle karena ransel yang lumayan besar..tapi
semua penumpang dengan ramahnya menunggui, termasuk para mahasiswi di baris
keempat, ibu di baris kelima, sopir, dan suster-suster itu... “Hati-hati
mbak...”
Iya,, semoga
semakin banyak orang yang memilih untuk bersikap ramah, ya.. karena ramah itu,
baik untuk kesehatan.. tidak percaya? Cobalah...
“Janganlah
sekali-kali engkau meremehkan kebaikan, walau hanya sekedar bertemu saudaramu
dengan wajah ceria” (HR Muslim)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar