Idealisme dan idealis. Selalu membuat semua orang yang memilikinya terlihat berbeda dengan orang lain. Di bidang apapun, termasuk bidang keilmuan. Pun begitu denganku dan beberapa teman. Memang sebagai penuntut ilmu, kami diwajibkan membagi ilmu pada orang lain. Namun, apapun yang kita lakukan juga terpaut dengan waktu. Begitu pula dengan pembagian ilmu ini. Aku,memiliki sebuah idealisme –atau lebih ringan disebut prinsip- tentang pembagian ilmu ini. Bilapun memang sudah waktunya dan memang tepat waktu dan dalam keadaan yang baik, aku akan dengan sukarela membagikan ilmuku, yang tidak banyak ini.
Namun, yang jadi permasalahan bukan hanya karena waktu dan tempat yang kurang tepat, tetapi juga karena aku dianggap kurang boleh membagi ilmu pada sesama serta memang belum ada kesiapan. Padahal di mata teman-teman, katanya, aku adalah orang yang cukup mampu di bidang keilmuan. Terbukti dengan nilai-nilaiku, yang juga kata teman-teman cukup tinggi. Padahal, nyatanya aku lebih mengerti tentang diriku sendiri daripada mereka, bahwa aku belum cukup ilmu dan kemampuan. Hanya saja, mungkin waktu itu aku adalah salah satu orang yang beruntung.
Bukan bermaksud egois dengan mengatakan bahwa aku lebih mengerti diriku dibanding mereka. Namun, kadang manusia salah mengartikan sikap seseorang sebelum mereka mengetahui pribadi orang tersebut dan tujuan mengapa orang tersebut melakukannya. Sekarang, aku berada dalam posisi yang membingungkan. Satu sisi, aku harus memegang teguh prinsipku. Namun di sisi lain, aku tertuntut oleh keadaan agar mau dan mampu mengerti keadaan orang lain, bahwa ketika mereka sedang membutuhkan bantuan, saat itu pula mereka harus dibantu. Aku pun begitu jika sedang memerlukan bantuan, kadang tak terpikir apakah dia yang kumintai bantuan sedang dalam keadaan siap atau tidak, yang penting permintaanku terpenuhi.
Namun, kembali mencakup bidang keilmuan, jika memang aku tidak memberikan suatu informasi karena sedang dalam keadaan tertentu, aku juga tidak akan meminta informasi tersebut dari orang lain. Karena masalah keadilan. Dan kurasa, sah-sah saja bila kita menjaga sebuah keadilan dalam keilmuan... bilapun memang pengetahuan kita harus disebarluaskan dan selama tidak merugikan orang banyak, pengetahuan tersebut HARUS dibagikan. Namun, selain keadilan, asas yang berhubungan dengan keilmuan yaitu kejujuran. Bila kejujuran sudah tidak lagi dijunjung tinggi, untuk apa pengetahuan tersebut dilestarikan? Adalah baik jika kita tidak mengetahui pengetahuan orang lain, tetapi kejujuran tetap dijunjung tinggi. Namun akan jauh lebih baik jika kita memberi dan meminta suatu pengetahuan atau ilmu atau informasi dari orang lain dengan kejujuran.
Entahlah, aku menulis ini karena ‘sedang’ dianggap pelit oleh beberapa orang. Padahal, apakah salah jika kita hanya ingin memberikan sesuatu ketika memang diminta dan punya? Apakah jika kita tidak punya dan tidak mampu memberikan, pun anggapan kita tidak ada yang membutuhkan apa yang kita punya, kita akan memberikan sesuatu itu? Rasanya abstrak dan malah akan menjerumuskan. Karena lebih baik kita diam pada sesuatu yang memang kita tidak tahu daripada menyesatkan orang lain.
Memang susah hidup dengan prinsip yang ‘agak berbeda’ dengan orang lain. Saat kita nyaman dengan prinsip-prinsip hidup kita, tidak semua orang mengerti dan memahami. Sehingga kita diharuskan memilih berada dalam keadaan yang ‘berbeda’ dengan mereka atau malah mengikuti arus dengan berada di zona nyaman dan aman bersama mereka, yang tentu dengan melepas prinsip hidup yang telah teguh dalam diri kita secara paksa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar